Hari/ Tanggal : Jum'at, 13 April 2018
Oleh : Al Habib Abdul Qodir bin Ahmad Assegaf
هَا أَنَا أَتَوَسَّلُ اِلَيْكَ بِفَقْرِيْ إِلَيْكَ
Inilah aku mendekat kepada-Mu dengan perantara kebutuhanku kepada-Mu.
Tidak ada penghubung antara aku dan Engkau selain kebutuhanku kepada-Mu. Maka aku selalu butuh kepada-Mu dari segala sesuatu sehingga dari kebutuhanku. Kalau orang-orang kaya telah mengajukan kepada-Mu harta mereka maka aku mengajukan kepada-Mu kebutuhanku dalam segala keadaan. Jika orang-orang kuat mengajukan kepada-Mu amal-amal saleh, maka aku mengajukan kepadamu permohonan dengan kerendahan diri-Ku.
مَا لِيْ سِوَى فَقْرِيْ إِلَيْكَ وَسِيْلَةٌ فَبِالْإِفْتِقَارِ إِلَيْكَ رَبِّيَ أَضْرَعُ
مَا لِيْ سِوَى قَرْعِيْ لِبَابِكَ حِيْلَةٌ فَلَئِنْ رُدِدْتُ فَأَيَّ بَابٍ أَقْرَعُ
Tidak ada perantara bagiku kepada-Mu selain kebutuhanku kepada-Mu
Dengan rasa kebutuhanku kepada-Mu, hai Tuhanku, aku memohon dengan kerendahan diri
Tidak ada jalan bagiku selain mengetuk pintu-Mu
apabila Engkau tolak maka pintu yang mana yang harus aku ketuk
Bait syair di atas adalah kutipan dari qasidah terkenal karangan Imam As-Suhaili pengarang kitab Ar-Raudhul Unuf. Dalam syairnya terebut, As-Suhaili menampakkan kebutuhannya kepada Allah sebagai perantara untuk berdoa. Ini yang dilakukan para sufi, merasa tidak memiliki amal apapun dan yang mereka tampakkan adalah sifat kefakiran kepada Allah dalam rangka ubudiah kepada Allah.
Al-Iftiqar (kebutuhan seorang hamba kepada Tuhannya) adalah wasilah (penghubung) terbesar antara seorang hamba dan Tuhannya. Karena rahasia kebutuhan ini, mereka selalu berdoa di waktu susah dan gembira. Habib Abdullah Al-Haddad berkata dalam syairnya;
قَدْ كَفَانِيْ عِلْمُ رَبّيْ مِنْ سُؤَالِيْ
وَاخْتِيَارِيْ
فَدُعَائِيْ وَابْتِهَالِيْ شَاهِدٌ لي
بِافْتِقَارِيْ
فَلِهَذَا السِِّرِّ أَدْعُوْ
في يَسَارِيْ وَعَسَارِي
Cukup bagiku ilmu Tuhanku dari permohonan dan pilihanku
Doaku dan permintaanku menjadi bukti kebutuhanku
Oleh karena rahasia ini, aku selalu berdoa di saat mudah dan sulit
وَكَيْفَ أَتَوَسَّلُ إِلَيْكَ بِمَا هُوَ مُحَالٌ أَنْ يَصِلَ إِلَيْكَ
Bagaimana aku berperantara kepada-Mu dengan sesuatu yang mustahil akan dapat sampai kepada-Mu.
Orang yang masih mengingat dirinya dan sifat yang dinisbatkan kepadanya, yaitu kebutuhannya kepada Allah, berarti ia tidak benar-benar butuh kepada Allah. Sebab, tidak menjadi benar hakekat kebutuhan kepada Allah kecuali dengan melupakan sifat kebutuhan tersebut. Seseorang yang bertawassul dengan kebutuhannya berarti ia masih merasa cukup dengan kebutuhannya itu. Sedangkan yang benar, ia tidak merasa butuh kepada apapun selain Allah.
Kalau seseorang itu sudah benar-benar merasa kaya dengan Allah, tidak membutuhkan apapun selain Allah, maka ia akan sampai kepada Allah karena Allah, bukan dengan amal dan rasa butuh kepada-Nya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar