Ulasan Pengajian kitab Ihya' Ulumiddin
Kewajiban kita terhadap sahabat (yang cintanya karena Allah) itu seperti kewajiban kita terhadap tetangga atau keluarga. Semisal kewajiban kita terhadap anak sendiri yaitu dengan memberi nama yang baik padanya, dan merawatnya sampai besar.
Kewajiban kita terhadap sahabat itu termasuk tuntutan agama yang dipikul dengan sangat berat. Sebab itu, sebagian dari ulama' itu lebih memilih Uzlah (Mengasingkan diri dengan fokus ibadah). Maka di antara kewajiban kita terhadap sahabat yaitu:
Pertama
Jika sahabat kita membutuhkan sesuatu, maka wajib bagi kita untuk mencukupi kebutuhannya. Dalam agama, sahabat yang cintanya karena Allah dianggap seperti saudara, bahkan ikatannya lebih dekat daripada saudara sendiri. Oleh karena itu, jika sahabat kita membutuhkan sesuatu, kita harus memberinya.
Kedua
Menjaga rahasia-rahasianya yang telah dipercayakan kepada kita. Oleh karena itu, tidak boleh menyebarkan kepada orang lain hal-hal yang telah dirahasiakan oleh sahabat kita. Salah satu fungsi persahabatan adalah sebagai tempat untuk menyampaikan keluh kesah dan rahasia kita. Bahkan jika ada orang lain yang mencoba memancing kita untuk membocorkan rahasia tersebut, kita harus berpura-pura tidak mengetahuinya. Dalam situasi seperti ini, kita diperbolehkan berbohong jika itu demi menjaga rahasia sahabat kita (namun, jika memungkinkan untuk menutupinya tanpa berbohong, maka lebih baik tidak berbohong). Kejujuran tidak selalu bisa diterapkan di setiap situasi, dan ada kalanya kita diperbolehkan berbohong. Misalnya, jika ada seseorang yang menanyakan keberadaan orang yang ingin ia sakiti, maka kita harus berbohong demi keselamatan orang tersebut.
Sebenarnya sahabat itu diibaratkan dua orang akan tetapi dalam satu jiwa. Maka tutupilah rahasia sahabatmu sebagaimana kamu menutupi rahasiamu sendiri. sebagaimana sabda Nabi shallallahu 'alaihi wasallam:
مَنْ سَتَرَ عَوْرَةَ أَخِيْهِ سَتَرَهُ اللهُ فِيْ الدُّنْيَا وَالأَخِرَة
Barang siapa yang menutupi aurat saudarnya, maka Allah akan menutupi auratnya di dunia dan di akhirat (HR. Ibnu Majah)
Terdapat pada sabda Nabi yang lainnya:
إِذَا حَدَّثَ الرَّجُلُ بِحَدِيْثٍ ثُمَّ الْتَفَتَ فَهُوَ أَمَانَةٌ
"Kalau seseorang menyampaikan sesuatu kemudian ia menoleh, maka itu amanah" (HR. Abu Daud)
Majelis-majelis harus dijaga kerahasiaannya kecuali tiga jenis majelis: Majelis yang darah haram ditumpahkan, majelis yang membolehkan persetubuhan yang haram, majelis di mana menghalalkan uang yang haram.
Dikatakan kepada seorang sastrawan, "Bagaimana Anda menjaga rahasia?" Dia menjawab, "Saya siap jadi kuburnya." Jawaban ini menjelaskan bahwa dia menjaga rahasia seperti kuburan yang menyimpan rahasia dan tidak pernah membocorkannya. Hal seperti ini menunjukkan betapa kuatnya dia dalam menjaga rahasia. Dan dikatakan: "Dada orang-orang merdeka adalah kuburan bagi rahasia." Ini menggambarkan bahwa dada orang yang merdeka (mulia) itu adalah kuburannya rahasia.
Dan dikatakan: "Hati orang bodoh ada di mulutnya dan lidah orang berakal ada di hatinya." Maksudnya, orang bodoh cenderung tidak bisa menahan diri dan sering kali secara tidak sadar mengungkapkan rahasia. Sebaliknya, orang berakal berpikir sebelum berbicara dan menjaga rahasia dengan baik. Sebab itu, sebaiknya jauhilah orang bodoh dan berhati-hatilah dalam bersahabat dengan mereka, bahkan dalam melihat mereka. Hal itu untuk menjaga diri dari risiko rahasia kita terbongkar.
Dan yang lain berkata: "Saya tutupi sebagaimana saya menutupinya." maksudnya, dia menjaga rahasia sampai seperti itu sehingga fakta bahwa dia menjaga rahasia itu pun tidak diketahui oleh orang lain. Ini menunjukkan tingkat kerahasiaan yang sangat tinggi. Ini akhlak orang terdahulu dalam menjaga rahasia sahabatnya.
Abu Said At-Tsawri berkata: "Jika kamu ingin bersahabat dengan seseorang, pancing dia marah terlebih dahulu, kemudian perintah seseorang untuk bertanya kepadanya tentang dirimu dan rahasiamu. Jika dia berbicara baik tentangmu dan menjaga rahasiamu, maka bersahabatlah dengannya." Karena ketika seseorang itu marah, mereka cenderung menunjukkan sifat asli mereka dan mungkin mengungkapkan hal-hal yang biasanya mereka sembunyikan. Jika ia sebarkan rahasiamu maka dia tidak pantas untuk dijadikan sahabatmu.
Abu Yazid ditanya, "Siapa yang kau pilih jadi sahabatmu?" dijawab, "Dengan orang yang mengetahui tentangku sebagaimana Allah mengetahuiku, lalu dia menutupi rahasiaku sebagaimana Allah menutupi rahasiaku."
Zun-Nun mengatakan: "Tidak ada baiknya kau bersahabat dengan orang yang hanya ingin melihatmu dalam Ma'sum (terhindar dari dosa). Orang yang mengungkapkan rahasia saat marah, maka dia adalah orang yang hina atau laim (tidak tahu balas budi), karena menjaga rahasia saat senang adalah sifat yang sudah wajar dan diperlukan oleh semua tabiat yang baik."
Oleh karena itu, dengan memahami nilai-nilai ini, kita dapat membangun persahabatan yang saling mencintai, sangat kuat, penuh kepercayaan, dan saling menghormati, yang merupakan salah satu anugerah terbesar dari Allah dalam kehidupan ini.
Wallahu a'lam bi Asshawab.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar