Ulasan Pengajian Syarah Al-Hikam
Hari/ Tanggal : Jum'at, tanggal 17 Rabiul Awal 1446 H - 20 September 2024 M
Oleh : Al Habib Abdul Qodir bin Abuya Ahmad bin Husein Assegaf
Wahab bin Munabbih pernah bercerita bahwa ada seorang lelaki yang pernah membunuh seseorang. Suatu hari, ia datang kepada seorang ahli ibadah dari Bani Israil dan bertanya apakah ia masih bisa bertaubat. Ahli ibadah tersebut lalu mengambil selembar daun kering dan mengangkatnya.
"Jika daun ini berubah menjadi hijau, maka taubatmu diterima," kata ahli ibadah itu. Dia sebenarnya ingin mengatakan bahwa dosa lelaki tersebut terlalu besar untuk diampuni, seolah-olah mustahil taubatnya diterima.
Lelaki itu kemudian mengambil daun tersebut dan dengan niat yang sungguh-sungguh, ia berdoa dan beribadah dalam waktu yang lama. Hingga akhirnya, daun kering itu benar-benar berubah menjadi hijau sebagai tanda bahwa taubatnya diterima.
Dalam hadis Shahih Muslim, ada kisah lain yang serupa, diceritakan oleh Abu Said Al-Khudri. Rasulullah SAW bersabda bahwa pada masa sebelum umat Islam, ada seorang lelaki yang telah membunuh sembilan puluh sembilan jiwa. Dia bertanya kepada orang-orang, siapa orang yang paling saleh di muka bumi ini. Kemudian ia ditunjukkan kepada seorang pendeta. Lelaki itu datang kepada pendeta tersebut dan bertanya, "Saya telah membunuh sembilan puluh sembilan jiwa, apakah saya masih bisa bertaubat?"
Pendeta itu menjawab, "Tidak." Karena jawabannya itu, lelaki tersebut membunuh pendeta itu, sehingga genaplah seratus orang yang telah ia bunuh.
Lelaki itu masih terus mencari tahu siapa orang yang paling alim di dunia. Akhirnya, ia ditunjukkan kepada seorang alim. Lelaki itu lalu bertanya kepada alim tersebut, "Saya telah membunuh seratus orang. Apakah saya masih bisa bertaubat?"
Alim itu menjawab, "Ya, siapa yang bisa menghalangi taubat? Pergilah ke negeri tertentu, di sana ada orang-orang yang beribadah kepada Allah. Beribadahlah bersama mereka, dan jangan kembali ke negerimu, karena negeri tempatmu tinggal adalah negeri yang jahat."
Lelaki itu pun pergi menuju negeri yang ditunjukkan. Namun, di tengah perjalanan, ia meninggal dunia. Malaikat rahmat dan malaikat azab pun berselisih tentang nasib lelaki ini.
Malaikat rahmat berkata, "Orang ini datang dengan hati yang bertaubat kepada Allah."
Namun, malaikat azab membantah, "Dia belum pernah melakukan satu pun kebaikan dalam hidupnya."
Kemudian, datanglah seorang malaikat lain dalam wujud manusia dan menjadi penengah. Dia berkata, "Ukurlah jarak antara tempat asalnya dan tempat yang ia tuju. Ke negeri mana ia lebih dekat, itulah yang menentukan nasibnya."
Mereka pun mengukur jarak, dan ternyata lelaki itu lebih dekat ke negeri yang baik. Maka malaikat rahmat pun mengambilnya. Dalam beberapa riwayat disebutkan bahwa Allah memerintahkan negeri yang jahat untuk menjauh dan negeri yang baik untuk mendekat. Dikatakan juga bahwa lelaki itu lebih dekat ke negeri yang baik karena dadanya condong ke arah negeri itu.
Ada seorang terpandang yang memiliki tempat berkumpul (tongkrongan) yang sering digunakan untuk bermain-main dan melakukan hal-hal yang kurang bermanfaat. Suatu ketika, salah satu temannya tidak hadir di pertemuan tersebut. Karena penasaran, ia mendatangi rumah temannya itu dan mengajaknya untuk nongkrong seperti biasa. Namun, temannya menolak keluar. Keesokan paginya, ia kembali mendatangi temannya dan bertanya, "Mengapa tadi malam tidak datang? Apakah ada halangan?" Temannya menjawab, "Tidak ada halangan, hanya saja tadi malam umurku genap 40 tahun. Aku merasa malu dengan usiaku yang sudah mencapai 40 tahun."
Sejak saat itu, temannya mulai memfokuskan dirinya untuk beribadah, karena ia teringat sebuah riwayat yang mengatakan bahwa apabila seseorang mencapai usia 40 tahun tetapi tidak memperbaiki kebiasaan buruknya dan kebaikannya tidak lebih banyak dari keburukannya, maka wajahnya akan diusap oleh setan, sambil berkata, "Demi ayahku, orang ini sungguh tidak beruntung." Dalam riwayat lain, disebutkan bahwa setan akan mencium kening orang tersebut. Menyadari hal ini, temannya pun berubah dan mulai meninggalkan kebiasaan bermain-main, serta lebih serius dalam memperbaiki dirinya.
Ada seseorang yang bertaubat karena mendengar sebuah syair:
صَبَا مَا صَبَا حَتَّى عَلَا الشَّيْبُ رَأْسَهُ # فَلَمَّا عَلَاهُ قَالَ لِلْبَاطِلِ ابْعَد
"bermain-main di masa muda hingga uban memenuhi kepalanya. Ketika uban itu muncul, dia berkata kepada kebatilan, 'Hai kebatilan, menjauhlah dariku."
Orang ini berkata, "Aku mendapat manfaat dari syair ini. Setiap kali aku merasakan godaan atau ingin berbuat dosa, syair ini selalu mengingatkanku untuk kembali bertaubat. Aku berharap manfaat ini akan terus mengingatkanku sepanjang hidup."
Dari kisah ini, kita dapat mengambil pelajaran bahwa orang-orang zaman dahulu memiliki cara untuk menjaga kesadaran mereka, baik melalui syair, hadis, atau kata-kata bijak. Mereka menulisnya di kertas dan membawanya ke mana pun, sebagai pengingat hati agar tetap berada di jalan yang benar.
Isa bin Dinar pernah berkata, "Tidaklah Allah memberi taufik kepada seorang hamba untuk beramal, kecuali Allah berniat menerima amalnya. Dan tidaklah Allah memberi taufik kepada seorang hamba untuk meninggalkan dosanya, kecuali Allah hendak mengampuninya."
Kesimpulannya, kisah ini mengajarkan kita bahwa Allah Maha Pengampun. Tidak ada dosa yang terlalu besar jika seseorang benar-benar bertaubat dengan hati yang tulus, dan Allah selalu memberikan kesempatan bagi hamba-Nya untuk memperbaiki diri.
Wallahu a'lam bi Asshawab.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar