ADAB DALAM MEMBERI DAN MENERIMA PEMBERIAN

ADAB DALAM MEMBERI DAN MENERIMA PEMBERIAN

Share This



          Memberi orang lain itu memiliki adab-adab tertentu, jangan sampai membahayakan dirinya sendiri, begitu juga menerima itu memiliki risiko tersendiri. Karena terkadang ketika seorang dapat pemberian di luar kebutuhannya itu bisa merusak, yang mana biasanya ia istiqomah dalam ibadah, karena dapat harta yang banyak ia tidak istiqomah lagi. Sedangkan Allah tidak memberi, itu adalah suatu kebaikan bagi dirinya. Terkadang yang kita inginkan tapi tidak diberi oleh Allah di dunia itu suatu kebaikan, mungkin jika kita memiliki hal tersebut di dunia itu bisa menjauhkan kita kepada Allah.

          Seperti yang dikatakan oleh Imam Ibnu Atha'illah As-Sakandari: "Sesungguhnya pemberian dari makhluk itu sebenarnya merupakan penghalang, dan tidak diberi oleh Allah itu adalah suatu kebaikan."

          Jangan menerima pemberian dari orang yang suka mengungkit-ungkit pemberiannya, dari orang yang sombong, atau dari orang yang menonjolkan pemberiannya. Jangan pula menerima pemberian dari seseorang yang membuat hati merasa berat atau tidak nyaman menerimanya. Telah dikatakan: "Jangan makan kecuali dari makanan orang yang menganggap bahwa kamu lebih mulia dalam memakan makanannya, dan jangan makan kecuali dari orang yang melihat bahwa makanan tersebut adalah amanah di tangannya, dan jangan makan kecuali dari makanan orang yang zuhud, karena ia akan merasa senang melihatmu memakannya. Jangan makan kecuali dari makanan yang pemiliknya menganggap kamu lebih berharga daripada makanan itu."

          Abu Talib Al-Makki berkata: "Dan hal ini dilakukan oleh sejumlah tabiin." "Seorang datang membawa sebuah kantong berisi lima puluh dinar kepada Fath Al-Mawsili. Dia berkata: 'Telah memberitakan kepada kami 'Atha bahwa Nabi shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: "Barang siapa yang diberikan rezeki tanpa memintanya, lalu dia menolaknya, maka sebenarnya dia menolak rezeki tersebut dari Allah." Kemudian Fath Al-Mawsili membuka kantong dan mengambil satu dinar saja, dan mengembalikan sisanya. Kisah ini menunjukkan bahwa Fath Al-Mawsili mengikuti ajaran Nabi shallallahu 'alaihi wasallam dengan menolak pemberian yang tidak diminta, kecuali mengambil bagian yang dianggap perlu.

          Sebagian dari para ahli ibadah, jika seseorang memberinya sesuatu dari harta duniawi, ia akan mengatakan: "Biarkanlah barang itu tetap ada padamu. Perhatikanlah dalam hatimu bagaimana posisiku setelah menerima barang tersebut, apakah lebih baik atau lebih buruk dari sebelumnya, dan beritahukanlah kepadaku." Jika yang memberi itu berkata: "Jika kau menerima pemberianku, engkau akan lebih mulia dan posisimu tidak menurun sama sekali," maka ahli ibadah tersebut akan menerimanya.

          Sebagian dari para sholihin ada yang diberi hadiah tapi selalu menolaknya. Kemudian, ada yang menegur, "Kamu kalau diberi hadiah jangan menolak, itu kan rezeki." Dijawab oleh orang saleh tersebut, "Aku menolaknya karena kasihan kepada mereka. Karena mereka akan mengingat-ingat pemberiannya dan mereka akan memamerkannya kepada orang lain, sehingga uangnya habis dan pahalanya habis."

          Diceritakan, ada orang yang datang kepada Ibrahim At-Taimi dengan membawa 2000 dirham, dan mengatakan, "Wahai Aba Imran, terimalah uang-uang ini. Demi Allah, ini bukan dari pejabat, uang ini murni hasil kerjaku." Ibrahim At-Taimi menjawab, "Mudah-mudahan kamu diberkahi oleh Allah, dan terima kasih banyak. Saya tidak membutuhkan ini." Ketika orang itu pergi, datang muridnya Ibrahim At-Taimi dan mengatakan, "Wahai Aba Imran, kenapa kamu tolak, sedangkan istrimu tidak punya baju yang layak?" Ibrahim menjawab, "Benar aku membutuhkannya, tapi pemuda tadi adalah orang yang belum menguasai ilmu. Aku khawatir ketika ia pulang dan mengatakan, 'Aku memberi hadiah kepada Ibrahim dengan 2000 dirham,' sehingga pahalanya habis dan uangnya habis."

          Suatu ketika, seseorang dari Khurasan datang kepada Imam Junaid membawa sejumlah hartanya, dan ia meminta Imam Junaid untuk menerimanya. Imam Junaid mengatakan, "Berikanlah kepada orang-orang fakir." Orang tersebut menjawab, "Aku lebih tahu tentang orang-orang fakir daripada kamu, dan aku tidak memilih ini tanpa alasan!" Imam Junaid pun berkata, "Kalau aku terima, maka mau hidup sampai umur berapa untuk menghabiskan hadiahmu ini!" Orang itu menjawab, "Aku tidak berkata untuk menghabiskannya dalam membeli sayuran saja, melainkan untuk hal-hal yang baik dan makanan yang lezat. Semakin cepat habis, semakin aku suka." Imam Junaid pun menjawab, "Orang sepertimu tidak boleh ditolak, jadi aku menerimanya." Orang itu lalu berkata, "Tidak ada di Baghdad orang yang lebih berjasa kepadaku sepertimu," Maka Imam Junaid berkata, "Di Baghdad ini, tidak ada seorang pun yang layak menerima sesuatu kecuali orang sepertimu."

          Oleh karena itu, menerima pemberian bisa membawa risiko dan tanggung jawab tambahan yang mungkin tidak selalu terlihat pada awalnya. Sebab itu, penting bagi kita untuk mempertimbangkan niat di balik pemberian dan dampaknya terhadap kehidupan spiritual dan moral kita. Dengan mengikuti panduan dan adab-adab yang diajarkan oleh para ulama dan tokoh-tokoh saleh, kita dapat menjaga hati dan niat kita tetap murni, serta menjalani kehidupan yang lebih baik dan lebih bermakna.

Wallahu a'lam bi Asshawab.

Mudah-mudahan bermanfaat.  https://t.me/darulihya

                                                    https://wa.me/c/6283141552774

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Pages