BIOGRAFI AL-HABIB ABU BAKAR BIN HUSEIN ASSEGAF

BIOGRAFI AL-HABIB ABU BAKAR BIN HUSEIN ASSEGAF

Share This



KISAH KETELADANAN AL HABIB ABU BAKAR BIN HUSEIN ASSEGAF
  • Asal Usul Dan Kelahiran
     Al Habib Abu Bakar bin Husein Assegaf dilahirkan di Seiwun, Hadramaut, Yaman, pada tahun 1309 H dari pasangan Al-Habib Husein bin Abdullah bin Hasan Assegaf dan Syarifah Syifa' binti Abdul Qodir bin Hasan bin Sholeh Al-Bahr. Garis nasab kedua orang tua Habib Abu Bakar bin Husaein Assegaf bertemu di Al-Faqih Almuqaddam Muhammad bin Ali Ba Alawi dan bersambung sampai kepada Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam.
  • Guru-Guru Beliau
     Habib Abu Bakar bin Husein Assegaf menimba ilmu dan mengambil ijazah dari beberapa guru dan orang-orang shaleh di masanya. Di antaranya:
1. Habib Abdullah bin Ali Al-Haddad, Keramat Sangeng, Bangil (1261-1331 H).
2. Habib Abdullah bin Muhsin Al-Atthas, Keramat Empang, Bogor (1275-1351 H).
3. Habib Abu Bakar bin Muhammad Assegaf, Gresik (1287-1376 H).
4. Habib Muhammad bin Ahmad Al-Muhdhor, Bondowoso (1290-1344 H).
5. Habib Alwi bin Muhammad bin Thohir Al-Haddad (1299-1373 H).
6. Habib Husein bin Muhammad bin Thohir Al-Haddad, Jombang (1302-1376 H).
7. Habib Ja'far bin Syaikhon Assegaf, Pasuruan (1298-1374 H).
8. Habib Ahmad bin Muhsin Al-Haddar, Mukalla, Hadramaut (1277-1357 H).
9. Habib Ali bin Abdurrahman Al-Habsyi, Kwitang (1286-1388 H).
  • Guru Dari Alam Barzakh
     Di samping memiliki guru dari alam nyata, Habib Abu Bakar bin Husein Assegaf juga punya guru dari alam barzakh. Ia adalah Habib Abdullah bin Husein bin Thohir (1191-1282 H) yang sudah meninggal 27 tahun sebelum Habib Abu Bakar dilahirkan ke dunia.
     Pada suatu hari, Habib Abu Bakar bin Husein Assegaf mendengar Haatif (suara yang tidak ada orangnya) berbunyi, "Wahai Abu Bakar, aku adalah gurumu." Habib Abu Bakar bertanya, "siapa engkau?" Suara itu menjawab, "Aku adalah Habib Abdullah bin Husein bin Thohir." 
     Semenjak hari itu Habib Abu Bakar selalu melazimi kitab-kitab Habib Abdullah bin Husein bin Thohir. Bahkan, kitab-kitab Habib Abdullah bin Husein bin Thohir tidak pernah terlepas dari tangannya.
  • Di Bawah Bimbingan Sang Quthub
     Dari sekian banyak guru Habib Abu Bakar bin Husein Assegaf, ada seseorang yang menjadi guru besarnya. Di bawah bimbingan syekh murabbinya inilah beliau menjalankan bahtera suluknya hingga sukses berlabuh di Hadirat Yang Maha Suci dan meraih makrifatullah. Guru besar itu adalah Al-Imam Al-Quthub Al-Habib Abu Bakar bin Muhammad Assegaf, Gresik.
     Perkenalannya dengan Habib Abu Bakar Gresik bermula dari sepucuk surat. Pada suatu hari Al-Habib Abu Bakar bin Husein Assegaf melihat temannya, Syekh Hasan Basyu'eb, membaca sepucuk surat. Syekh Hasan menciumi surat tersebut. Habib Abu Bakar heran atas penghormatan temannya yang mendalami terhadap surat itu. Kemudian Habib Abu Bakar menanyainya, "Wahai Hasan, dari siapa surat itu sehingga engkau menciuminya?" Syekh Hasan Basyu'eb menjawab, "Ini surat dari seorang wali, Al-Habib Abu Bakar bin Muhammad Assegaf." Habib Abu Bakar bin Husein Assegaf kemudian mengambil surat tersebut dan menciuminya sambil berkata, "Demi Allah aku mencintainya." 
     Pada malam harinya, beliau bermimpi bertemu dengan Habib Abu Bakar bin Muhammad Assegaf, Gresik. Dalam mimpinya itu, Habib Abu Bakar bin Muhammad Assegaf berkata, "Wahai Abu Bakar bin Husein, jika engkau benar-benar mencintaiku maka datanglah kemari." Sejak kejadian itu Habib Abu Bakar bin Husein berguru kepada Habib Abu Bakar bin Muhammad Assegaf.
  • Kecintaan Pada Sang Guru
     Kecintaan yang sungguh-sungguh, kesetiaan yang penuh, loyalitas tanpa batas serta kepasrahan tanpa tanda tanya dipersembahkan oleh Habib Abu Bakar bin Husein Assegaf kepada sang guru, Habib Abu Bakar bin Muhammad Assegaf. Apa pun arahan dan perintah sang guru ia laksanakan walaupun mengorbankan segalanya.
     Kecintaannya yang mendalam kepada Habib Abu bakar bin Muhammad Assegaf itu pernah diungkapkannya kepada putranya. Pada satu tengah malam Habib Abu Bakar bin Husein Assegaf membangunkan putranya Al-Habib Husein. Habib Abu Bakar bin Husein Assegaf berkata: "Wahai anakku, seandainya malam ini guruku, Al-Habib Abu Bakar bin Muhammad Assegaf memerintahkan aku pergi ke hutan dan meninggalkan keluargaku dan hartaku, pasti akan aku tinggalkan semua keluargaku, hartaku, demi Al-Habib Abu Bakar bin Muhammad Assegaf."
  • Perhatian Sang Quthub
     Habib Abu Bakar bin Husein Assegaf, Bangil, mendapatkan perhatian yang istimewa dan terus menerus dari gurunya, Habib Abu Bakar bin Muhammad Assegaf, Gresik. Sang guru selalu membimbing dalam langkah kehidupannya. Habib Abu Bakar bin Husein mengaji kepada Habib Abu Bakar bin Muhammad Assegaf kita Ihya' Ulumiddin. Sang guru memberi ijazah untuk membaca kitab Ihya' dan memerintahkan beliau membuka majelis dars kitab Ihya' di rumahnya. Di samping kita Ihya', beliau juga mengaji kitab-kitab salaf lainnya kepada Habib Abu Bakar bin Muhammad Assegaf.
     Sering sekali Habib Abu Bakar bin Muhammad Assegaf, Gresik, berkunjung ke rumah Habib Abu Bakar bin Husein, Bangil. Di kediaman Habib Abu Bakar bin Husein Assegaf, Bangil, disiapkan kamar khusus untuk Habib Abu Bakar bin Muhammad Assegaf. Habib Abu Bakar bin Muhammad Assegaf pernah menitipkan putranya yang masih kecil, Habib Syekh bin Abu Bakar Assegaf, untuk diasuh oleh Habib Abu Bakar bin Husein Assegaf di Bangil selama beberapa tahun.
     Di rumah yang penuh berkah itu, Habib Abu Bakar bin Muhammad Assegaf men-ta'sis (merintis) Majelis Dars Kitab Ihya' Ulumiddin yang terus berlanjut dan terasa besar manfaatnya sampai sekarang. Habib Abu Bakar bin Muhammad Assegaf membawa sendiri dari Gresik meja tulis kecil dari kayu jati untuk dipakai di majelis yang dilaksanakan setiap pagi hari itu.
     Menurut catatan Syekh Ghonim, pembacaan Ihya' di rumah Habib Abu Bakar bin Husein Assegaf dimulai pada awal hari bulan Rajab tahun 1344 H.
     Setiap tahun diadakan acara khataman Ihya' yang sejak wafatnya Habib Abu Bakar bin Husein dilaksanakan bersama haulnya di akhir bulan Muharram.
     Habib Abu Bakar Gresik juga menanam dua pohon mangga manalagi di halaman rumah Habib Abu Bakar bin Husein Assegaf, Bangil, agar keteduhan pohonnya bisa menaungi para jamaah yang mengaji di tempat itu.
     Habib Ali bin Abdurrahman Al-Habsyi, Kwitang, pernah meminta dikirimi buah mangga yang ditanam oleh tangan mulia Habib Abu Bakar bin Muhammad Assegaf. Habib Ali Kwitang mengungkapkan bahwa bukan berarti di Jakarta tidak ada mangga. Tetapi beliau ingin mendapatkan berkah buah yang ditanam oleh wali quthub yang tinggal di Gresik itu.
     Sampai sekarang dua pohon mangga itu kokoh berdiri di halaman rumah peninggalan Habib Abu Bakar bin Husein Assegaf.
  • Niat Sang Guru, Habib Muhammad bin Ahmad Al-Muhdor, Untuk Muridnya
     Habib Abu Bakar bin Husein Assegaf adalah orang yang tidak suka bepergian jauh. Tapi pada saat Habib Abu Bakar bin Husein diajak gurunya, Habib Abu Bakar bin Muhammad Assegaf untuk pergi mengunjungi Habib Muhammad bin Ahmad Al-Muhdor, Bondowoso, beliau tidak bisa menolak. Sesampainya di sana, Habib Muhammad bin Ahmad Al-Muhdor menyiapkan jamuan makan yang sangat banyak dan bermacam-macam, padahal yang datang hanya dua orang saja.
     Habib Muhammad pun ditanya, "Wahai Habib, apakah makanan sebanyak ini tidak takut mubadzir?, kami kan hanya berdua?" Habib Muhammad Al-Muhdor menjawab, "Tidak ada yang mubadzir, karena sisa-sisa makanan antum akan kami berikan kepada anak-anak yatim." 
     Setelah itu Habib Abu Bakar bin Husein Assegaf mandi di kamar mandi Habib Muhammad, jedingnya besar, bak airnya penuh dengan air yang meluber. Memang Habib Muhammad Al-Muhdor dikenal suka dengan air yang banyak. Setelah mandi, Habib Abu Bakar bin Husein ditanya, "Wahai Abu Bakar, apakah engkau sudah niat ketika mandi tadi?" Habib Abu Bakar bin Husein Assegaf menjawab, "Iya. Aku sudah berniat." Habib Muhammad Al-Muhdor berkata, "Wahai Abu Bakar, kalau seandainya engkau tidak berniat, niscaya aku sudah meniati mandimu."


BERSAMA HABIB AHMAD BIN MUHSIN AL-HADDAR
     Salah satu guru Habib Abu Bakar bin Husein Assegaf adalah Al-Arif Billah, Al-Imam, Al-Allamah Habib Ahmad bin Muhsin Al-Haddar yang dilahirkan di Surabaya 21 Jumadal Akhir 1277 H dan wafat di Mukalla, Hadramaut, Ahad 3 Dzul Qo'dah 1357 H.
     Al-Habib Ahmad bin Muhsin Al-Haddar tinggal di Bangil bertahun-tahun. Ia ulama yang sangat alim dan memiliki banyak kitab. Ketika Habib Ahmad Al-Haddar pindah ke Mukalla, kitab-kitabnya itu dijual kepada Habib Abu Bakar bin Husein Assegaf. Habib Ahmad berkata, "kitab-kitab ini akan bermanfaat untukmu dan anak cucumu kelak."
  • Mendengar Suara Jarak Jauh
     Pada suatu sore hari, Al-Habib Abu Bakar bin Husein Assegaf duduk di majelis gurunya, Al-Habib Ahmad bin Muhsin Al-Haddar dalam rangka menunggu kedatangan Al-Habib Muhammad bin Ahmad Al-Muhdor, Bondowoso.
     Hari semakin sore bahkan sampai mendekati waktu Magrib. Orang-orang di majelis itu belum melaksanakan sholat Ashar. Habib Ismail, seorang ahli fikih yang hadir di majelis itu tidak tahan dan akhirnya mengerjakan sholat Ashar sendiri. Tapi, Habib Abu Bakar bin Husein tetap duduk takdhim di depan sang guru dengan penuh husnuddhon. Bahkan ada sebagian orang berkata kepada Habib Ahmad Al-Haddar seperti bernada protes, "Wahai Habib, ayo kita sholat Ashar, sebentar lagi masuk waktu Magrib." Habib Ahmad bin Muhsin Al-Haddar marah dan menjawab, "Apakah yang sholat di majelis ini hanya ente saja?"  Tidak lama kemudian Habib Ahmad bertanya kepada kepada Habib Abu Bakar bin Husein, "Apakah engkau mendengar sesuatu Wahai Abu Bakar?" Habib Abu Bakar menjawab, "Aku mendengar suara gemuruh." Habib Ahmad berkata, "Itu suara Al-Habib Muhammad bin Ahmad Al-Muhdor, beliau berkata bahwa beliau tidak bisa datang hari ini." Barulah iqamah dikumandangkan dan dilaksanakan sholat Ashar berjamaah.


AKHLAK MULIA HABIB ABU BAKAR BIN HUSEIN ASSEGAF
     Habib Abu Bakar bin Husein Assegaf dihiasi oleh budi pekerti yang agung dan akhlak yang mulia. Beliau memiliki kerendahan hati yang dalam (tawadhu'), wajahnya selalu tampak berseri, setiap orang -kecil atau besar- ditemuinya dengan penuh keceriaan dan penghormatan. Beliau tidak suka ketenaran dan senang khumul (menutup diri).
     Habib Abu Bakar bin Husein Assegaf sangat cinta dan perhatian kepada fakir miskin dan orang-orang yang membutuhkan. Beliau selalu berusaha memenuhi segala kebutuhan mereka, lebih-lebih para janda dan anak yatim. Harta dan umurnya beliau habiskan untuk menolong para fakir miskin, janda, anak yatim dan orang-orang yang tidak mampu, untuk menghormati tamu, mengawinkan dan mendamaikan orang. Dana untuk membantu orang lain ini di samping berasal dari harta pribadi Habib Abu Bakar yang dihasilkan dari pabrik tenun yang ia miliki, juga berasal dari orang-orang kaya yang beliau mintai untuk ikut membantu orang lain.
     Habib Abu Bakar bin Husein pernah menyatakan kepada putranya Habib Husein bahwa hartanya untuk Allah. Memang, harta, jiwa dan raga yang beliau miliki diabdikan semua untuk Allah, melalui membantu orang-orang yang membutuhkan. Yang ia pikirkan hanyalah kenyamanan umat Islam walau dirinya menderita. Sampai-sampai jantungnya bocor karena memikirkan umat.
     Beliau lebih mengutamakan kepentingan orang lain daripada kepentingan dirinya dan keluarganya. Sampai-sampai beliau lupa makan kalau sudah mengurusi orang lain.
     Ketika beliau meninggal, putranya, Habib Husein membuka lemari pribadinya. Habib Husein menemukan ikatan uang yang sudah bertulisan nama-nama orang yang membutuhkan, yang mana mereka berhak mendapatkannya. Tulisannya, "Untuk Syarifah Fulanah, untuk ibu Fulanah," dan lainnya. Akhirnya, uang-uang itu diberikan kepada orang-orang yang namanya tertera di ikatan uang tersebut.
  • Teladani Akhlak Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam
     Dalam gerak-geriknya, Habib Abu Bakar bin Husein meneladani akhlak Rasulullah. Misalnya, beliau tidak langsung menoleh kepalanya bila dipanggil orang. Tapi, beliau membalikkan seluruh badannya menghadap orang yang memanggilnya.
     Beliau membawa sendiri barang yang dibelinya dari pasar. Pernah pada suatu hari beliau menenteng sapu dan beberapa peralatan rumah tangga yang beliau beli dari pasar Bangil. Pemandangan yang agak janggal, seorang berjubah lengkap dengan surbannya berjalan kaki membawa barang-barang yang remeh dari pasar. Kiai Haji Ahmad bin Abdul Karim, Pacar Keling, yang ketika itu hendak sowan kepada Habib Abu Bakar Assegaf, melihat kejadian itu. Kiai Ahmad menghampiri Habib Abu Bakar yang sedang berjalan pulang ke rumahnya. "Biar saya Bib, yang membawa barang-barang itu," ucap Kiai Haji Ahmad bin Abdul Karim menawarkan diri. Menurut Kiai Haji Ahmad, tidak pantas seorang Habib yang wali dan mulia melakukan seperti itu.
     Tapi, Habib Abu Bakar menolak tawaran itu. "pemilik barang lebih berhak untuk membawa barangnya," ucapnya menyitir hadis Nabi shallallahu 'alaihi wasallam.
  • Teliti Ikuti Salafnya
     Habib Abu Bakar bin Husein Assegaf adalah orang yang sangat teliti dalam mengikuti jejak para leluhurnya (salafnya). Beliau selalu mendorong dan menganjurkan orang untuk selalu mengikuti dan meneladani para salaf.
     Pernah Habib Abu Bakar Assegaf disuruh untuk menjadi imam jenazah. Ketika sudah berdiri di depan mayit dan siap untuk melakukan sholat, ternyata posisi kepala mayit berada di sebelah kiri beliau. "Pindahkan kepala mayit di sebelah kanan," perintah Habib Abu Bakar bin Husein Assegaf. "Bukankah yang mu'tamad adalah kepala mayit berada di sebelah kiri imam?" tanya seseorang kepada beliau. "Memang betul. Tapi aku tidak mau sedikit pun menyimpang dari salafku," tutur Habib Abu Bakar bin Husein Assegaf.


AYAH ANAK YATIM DAN FAKIR MISKIN
    Habib Abu Bakar bin Husein Assegaf dikenal dengan perhatian dan kepeduliannya terhadap anak yatim dan fakir miskin. Di masa hidupnya, betapa banyak rumah tangga yang ditanggung biaya hidupnya, betapa banyak beliau menikahkan orang yang tidak mampu dan betapa banyak beliau memberi tempat tinggal orang yang tidak punya rumah.
     Beberapa kisah di bawah ini hanyalah sedikit contoh dari perhatian dan pengorbanan Habib Abu Bakar bin Husein Assegaf untuk kepentingan dan kemaslahatan muslimin, khususnya fakir miskin, anak yatim dan orang-orang yang membutuhkan. Kisah-kisah di bawah ini kami himpun dari keterangan Abuya Habib Ahmad bin Husein Assegaf dan Habib Umar bin Abdullah Assegaf beserta nara sumber lainnya.
  • Tidak Peduli Hujan Deras
     Hababah Fetum binti Alwi Assegaf adalah seorang janda miskin. Ia tinggal di daerah Kebon, Segok, Bangil. Habib Abu Bakar bin Husein Assegaf membangunkan sebuah rumah kecil untuknya. Ia juga diberi seorang pembantu yang mengurusi kebutuhan kesehariannya. Segala kebutuhannya ditanggung oleh Habib Abu Bakar.
     Biasanya, Habib Abu Bakar bin Husein mengambilkan kebutuhan orang-orang yang ia bantu dari Toko Anyar milik keponakan dan menantunya, Habib Abdullah bin Sholeh Assegaf. Toko itu menjual sembako dan kebutuhan sehari-hari. Habib Umar bin Abdullah yang ketika itu berumur 12 tahun menjaga toko itu, dari setelah Dzuhur selesai sekolah sampai jam lima sore.
     Pada suatu kali, Habib Abu Bakar lupa memberi jatah bulanan Hababah Fetum. Awalnya, Bik Mi pembantu Hababah itu melaporkan bahwa beras, minyak, gula dan kebutuhan Hababah Fetum itu habis. Hal itu kemudian disampaikan kepada Habib Abu Bakar oleh penjaga toko.
     Setelah dapat dua hari barulah beliau ingat. Habis Dzuhur, kira-kira jam satu siang, beliau datang ke toko. Ketika itu hujan turun dengan deras. Gamis dan jubahnya basah kuyup. Habib Umar kaget. "Ya Umar, Aku lupa, dua hari yang lalu kebutuhan belanja Hababah itu belum diantarkan," kata beliau dengan nada menyesal. Beliau menyuruh penjaga toko itu untuk menimbangkan segala kebutuhan Hababah tersebut dan dibungkus memakai taplak meja, karena tidak ada tas plastik kala itu.
     Walau hujan deras Habib Abu Bakar berangkat bersama cucunya, Habib Umar untuk mengantarkan sembako itu. Pertama kali jalan kaki. Jurigen berisi minyak tanah, dan minyak goreng ditenteng. Sedangkan beras dan gula dibungkus taplak. Di perapatan ada becak. Mereka berdua naik becak. ketika sampai di gang menuju rumah Hababah itu jalannya berlumpur sebetis. becak tidak bisa masuk. "Sudah, kamu tunggu di sini saja. Kami akan jalan kaki," kata Habib Abu Bakar bin Husein kepada si tukang becak. Tukang becak itu juga merasa kasihan kepada Habib Abu Bakar. "Habib, biar saya yang ngantar," ucap tukang becak. "Jangan. Jaga becaknya, biar saya dan Umar yang jalan," kata beliau menolak.
     Habib Abu Bakar menyuruh cucunya menyingsingkan sarungnya. Sandal juga disuruh beliau untuk melepasnya. Beliau juga melakukan itu. Mereka berjalan agak jauh dengan kaki bercelemotan lumpur. Sesampainya di rumah itu mereka bertemu sang pembantu. "Saya minta maaf. Seharusnya kemarin saya antarkan kesini," kata Habib Abu Bakar. "Kenapa Habib antar sendiri. Seharusnya saya yang ke sana," kata pembantu wanita itu. "Tidak. Ini salah saya. Seharusnya kemarin. Tapi saya lupa," ucap beliau merasa bersalah. "Kemarin itu saya sekedar mengingatkan. Sekarang masih ada. Mungkin baru habis besok," kata Bik Mi sang pembantu itu sambil menangis terharu.
     Mereka berdua pun pulang. Dari akhlaknya Habib Abu Bakar bin Husein yang mulia, beliau tidak mau mengotori becak orang lain. beliau berkata kepada Habib Umar, "Wahai Umar, sekarang kita turun ke sungai. Kita cuci kaki kita biar becaknya tidak kotor."
     Mereka pun turun ke bawah menuju sungai. Sebenarnya tidak masalah walau kaki tidak dicuci. karena becak itu sudah disewa, dan Habib Abu Bakar kalau memberi ongkos tukang becak tidak memakai standart ongkos yang berlaku. Beliau memberi tukang becak berlipat-lipat melebihi harga biasanya.
  • Ditulung Mentung (Ditolong malah memukul)
     'Ditulung Mentung' adalah pepatah Jawa yang menggambarkan orang yang tidak tahu balas budi. Kebaikan dibalas dengan kejahatan. Pepatah itu, dengan makna harfiahnya, benar-benar terjadi kepada Habib Abu Bakar bin Husein Assegaf.
     Ada seorang lelaki yang disediakan tempat tinggal oleh Habib Abu Bakar bin Husein Assegaf di Kauman, Bangil. Belanja dan kebutuhan keluarganya ditanggung oleh Habib Abu Bakar Assegaf. Pada suatu ketika, ia kehabisan belanja untuk dibuat makan.
     Tiba-tiba jam setengah dua siang, lelaki itu datang ke rumah Habib Abu Bakar Assegaf. lelaki itu menggedor-gedor pintu dengan keras. Di teras rumah ada Habib Hasan bin Hasyim Al-Habsyi, seorang murid Habib Abu Bakar bin Husein yang melazimi beliau. Kepada muridnya itu, Habib Abu Bakar pamit untuk istirahat sebentar dan akan bangun sebelum Ashar karena akan mengajaknya keluar untuk suatu keperluan.
     Lelaki itu marah-marah dan berteriak dengan suara keras. Dari mulutnya keluar omelan-omelan memanggil nama Habib Abu Bakar. Mendengar suara ribut di luar, Habib Abu Bakar yang sedang beristirahat terbangun. Sepertinya ia kenal suara itu. Beliau keluar.
     Baru keluar dari pintu, lelaki berperawakan tinggi besar yang sedang ngomel-ngomel itu langsung menempeleng Habib Abu Bakar Assegaf. Kepala Habib Abu Bakar pusing.
     Habib Husein putra Habib Abu Bakar bin Husein Assegaf yang mengetahui hal itu keluar mengambil palang pintu dari kayu akan membalas kepada orang yang menempeleng ayahnya. Lelaki itu pun lari keluar. Habib Husein mengejarnya. Habib Abu Bakar ikut lari untuk mengejar putranya agar tidak sampai memukul orang yang telah menempelengnya. "Laa Ya Husein. (jangan, wahai Husein)," teriak sang ayah kepada anaknya. Akhirnya, Habib Husein tertangkap oleh Habib Abu Bakar Assegaf. "Biarkan Bah, dia kurang ajar sama Abah," kata Habib Husein. "Ma'dzur. Ji'an (Dimaafkan, dia orang lapar). Irji' ya waladi (ayo pulang wahai anakku)," ucap Habib Abu Bakar Assegaf.
     Setelah kejadian itu, Habib Abu Bakar mengirimkan surat kepada Toko Anyar. Seperti biasanya, kalau mau membantu orang Habib Abu Bakar menulis surat permintaan untuk mengirim sejumlah barang kebutuhan kepada si fulan dan ditandatanganinya. Habib Abu Bakar yang membayarnya di lain waktu. 
     Habib Umar bin Abdullah Assegaf, sang penjaga toko, yang menerima surat itu. Sebelumnya, Habib Umar tidak tahu peristiwa penempelengan itu. Dalam surat itu, Habib Abu Bakar menyuruh untuk mengirim barang sembako yang berjumlah banyak yang kira-kira cukup untuk kebutuhan satu bulan kepada lelaki yang tinggal di Kauman itu. Habib Umar mengantarkan barang itu naik becak.
     Lelaki itu ada dalam rumah. Dia kaget dan terheran-heran melihat Habib Umar membawa barang sebanyak itu. 
"Umar... ente mengantarkan semua ini disuruh siapa?" 
"Disuruh Habib Abu Bakar bin Husein." 
"Kapan menyuruh ente?" 
"Baru saja." 
"Baru kapan?"
"Ya barusan ini."
"Ana baru saja dari sana, habis menempeleng Habib Abu Bakar. Habis nempeleng dikasih ini," ucap lelaki itu.
     Dia menangis tersedu-sedu. "Ya Allah... saya menyesal, saya sekarang akan ke sana meminta maaf," ucap lelaki itu. Habib Umar diberi uang oleh orang itu. Ia pulang ke rumahnya. Sesampainya di rumah ada pembantu yang menyuruhnya untuk pergi ke rumah Habib Abu Bakar. Ternyata lelaki itu sudah ada dalam rumah. Ia menangis-nangis meminta maaf kepada beliau. Habib Abu Bakar memaafkannya.
 "Orang itu kalau sudah kecepit maka dia lupa. Kalau dia tidak kepepet, tidak lapar perutnya tidak mungkin memukul saya," Habib Abu Bakar Assegaf bilang kepada Habib Umar Assegaf dan Habib Hasan Al Habsyi.
  • Perhatian Kapada Ustadz Madrasah
     Habib Abu Bakar bin Husein Assegaf pernah menyuruh cucunya, Habib Ahmad bin Husein Assegaf, untuk mengantarkan sekantong beras kepada Ustadz Salim Arfan, seorang pengajar di Madrasah Islamiyyah, Bangil.
     "Ini beras, kasihkan kepada Ustadz Salim. Kamu jangan mau kalau diberi uang olehnya." pesan sang kakek kepada cucunya tersebut. Sang kakek kemudian menyerahkan sekantong beras dan memberi cucunya itu uang 25 rupiah bercap pahlawan Diponegoro.
     Sang cucu yang mulia itu mengantarkan beras itu kepada Ust. Salim Arfan. Setelah diterima, Ustadz Salim hendak memberi sang pengantar beras itu imbalan uang. Habib Ahmad bin Husein Assegaf menolaknya, sesuai pesan kakeknya.
  • Gemar Menikahkan Orang Dan Ketat Dalam Hukum Syariat
     Habib Abu Bakar bin Husein Assegaf suka menikahkan orang. Banyak sekali orang-orang yang dinikahkan oleh Habib Abu Bakar, baik dari kalangan habaib, masyayekh atau orang-orang pribumi. Tidak hanya menikahkan, tapi segala tetek bengek perkawinan dan pestanya diurus dan ditanggung oleh Habib Abu Bakar. Beliau punya peralatan untuk perkawinan dan masak-masak, karpet dan tikar yang dipinjamkan gratis kepada orang-orang yang membutuhkan. Bahkan kamar untuk penganten dengan bunga-bunga dan lampu hiasnya beliau siapkan.
     Mengawinkan orang juga salah satu cara Habib Abu Bakar untuk menolong orang lain. Kalau ada perempuan yang tidak mampu, maka dikawinkan dengan lelaki yang mampu.
     Habib Abu Bakar disegani orang. Proses perkawinan yang diurus oleh Habib Abu Bakar berjalan cepat. Aparat dan penghulu yang bersangkutan menghormati Habib Abu Bakar. Apabila Habib Abu Bakar membikin peraturan, maka diikuti oleh orang-orang. Salah satunya, dalam pesta perkawinan tidak boleh ada gandeng-gandengan, foto-fotoan yang bercampur antara lelaki dan perempuan yang bukan mahromnya. Hijab Syari'i harus ditegakan. Habib Abu Bakar menyatakan kalau ada yang gandeng-gandengan, maka harus dibubarkan. Omongan Habib Abu Bakar diikuti oleh masyarakat. Maka kalau ada orang punya acara perkawinan atau mantu tidak berani bikin acara yang melanggar syariat seperti itu. Ia takut dibubarkan oleh Habib Abu Bakar. Sebab, omongan Habib Abu Bakar itu diterima baik oleh orang jawa atau orang arabnya. Memang beliau tegas dalam menjalankan syariat.


MENJADI TAMU ALLAH
     Habib Abu Bakar wafat pada subuh hari Senin Legi, 27 Muharram 1384 H / 8 Juni 1964 M. Jenazahnya dimakamkan keesokan harinya, Selasa pagi, di pemakaman umum Segok, Bangil. Kira-kira seperempat jam sebelum terlepas dari penjara dunia ini beliau memerintahkan putranya, Habib Husein, untuk membacakan di hadapannya qasidah Imam Habib Abdullah bin Alwi Al-Haddad yang bait pertamanya berbunyi:
مَا فِيْ الوُجُوْدِ وَلَا فِيْ الكَوْنِ مِنْ أَحَدٍ # ِإِلاَّ فَقِيْرٌ لِفَضْلِ الْوَاحِدِ الْأَحَدٍ
"Tidak ada seorang pun yang wujudnya di alam ini. Kecuali faqir terhadap anugrah Allah yang maha esa."
     Qasidah yang penuh dengan harapan kepada Allah itu dibaca oleh Habib Husein sampai selesai. Setelah wafat, ditemukan di bawah bantal Habib Abu Bakar bin Husein Assegaf dua bait syair, berikut yang ditulis tangan oleh Habib Abu Bakar bin Husein Assegaf.
ِأَمْسَيْتُ ضَيْفَ اللهِ فِيْ دَارِ الْبِلَى #  وَعَلَى الْكَرِيْمِ كَرَامَةُ الضِيْفَان
ِتَعْفُو الْمُلُوْكُ عِنْدَ النُّزُوْلِ بِسُوْحِهِمْ #  كَيْفَ النُّزُوْلُ بِسَاحَةِ الرَّحْمَن
"Aku telah menjadi tamu Allah di alam baka. Dan pasti Dzat Yang Mulia akan memuliakan tamunya. Para raja memberi maaf orang yang mengunjungi istananya. Bagaimanakah dengan yang berkunjung ke hadirat Maha Penyayang."

     Habib Abu Bakar wafat, meninggalkan seorang istri: Syarifah Aisyah Assegaf, seorang putra dan tiga putri, yaitu: Habib Husein, Syarifah Nur, Syarifah Alawiyah dan Syarifah Khadijah.
     Rahimahullah Rahmatal Abrar Wa amaddana min asrarih. Amin.



Wallahu a'lam bi Asshawab.

Mudah-mudahan bermanfaat.  https://t.me/darulihya

                                                    https://wa.me/c/6283141552774

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Pages