TAWAKAL DAN HIKMAH DALAM KEHIDUPAN AHLUT TAJRID

TAWAKAL DAN HIKMAH DALAM KEHIDUPAN AHLUT TAJRID

Share This




Ulasan Pengajian Syarah Al-Hikam
Hari/ Tanggal : Jum'at, tanggal 06 Muharram 1446 H - 12 Juli 2024 M
Oleh  : Al Habib Abdul Qodir bin Abuya Ahmad bin Husein Assegaf


          Rezeki manusia terbagi menjadi dua macam:

     Pertama, Ahlul Asbab: Mereka yang mendapatkan rezeki melalui kerja keras.

     Kedua, Ahlut Tajrid: Mereka yang fokus beribadah kepada Allah sehingga rezeki datang kepada mereka tanpa bekerja.

          Ada dua syarat yang harus diperhatikan oleh Ahlut Tajrid yang mendapat rezeki melalui pemberian orang.

          Syarat Pertama: Tidak boleh menerima pemberian kecuali benar-benar yakin bahwa semua itu berasal dari Allah. Jika masih menganggap pemberian itu dari makhluk dan tidak bertawakal kepada Allah, maka orang itu akan menjadi budak manusia dan banyak berharap kepada manusia. Ahlut Tajrid adalah orang-orang yang terpilih langsung oleh Allah, dijauhkan dari mencari dunia, dan ditetapkan untuk fokus beribadah saja.


          Ahlut Tajrid merupakan kedudukan yang mulia dan tidak bisa dimasuki dengan cara memilih atau berusaha. Jika seseorang masuk dengan cara memilih, maka ia hanya berpura-pura dan mengikuti hawa nafsunya. Kedudukan Ahlut Tajrid dipilih langsung oleh Allah dan dijauhkan dari mencari dunia. Ketika Allah melihat seseorang terus menerus fokus beribadah dan berusaha mengurangi ketergantungan kepada selain Allah, Allah akan menarik dan memutuskannya dari perkara dunia sehingga ia ditetapkan untuk terus fokus beribadah, dan Allah yang mengatur segala rezekinya.


          Contoh dari kisah Abu Hafsh: Dahulu, Abu Hafsh adalah seorang pandai besi. Suatu hari, ketika pegawainya sedang meniup api, Abu Hafsh memasukkan tangannya ke dalam bara api dan mengambil besi panas dengan tangannya. Melihat kejadian ini, pegawainya pingsan. Abu Hafsh berkata, "Aku sudah tidak cocok lagi bekerja," dan kemudian ia meninggalkan pekerjaannya untuk fokus beribadah sebagai Ahlut Tajrid.

          Abu Hafsh berkata, "Dulu aku berusaha meninggalkan pekerjaanku, tetapi aku kembali ke pekerjaan itu lagi. Lalu pekerjaan itu meninggalkan aku. Maka aku tidak kembali lagi kepadanya."


          Syeikh Abdullah Al-Qurasyi berkata, "Kalau masih ada keinginan untuk bekerja di dalam hati, maka bekerja itu lebih baik."


          Ahlut Tajrid boleh menerima pemberian asalkan tidak dengan cara berharap kepada manusia. Nabi shallallahu 'alaihi wasallam bersabda:


ِمَنْ جَاءَهُ مِنْ أَخِيْهِ مَعْرُوْفٌ مِنْ غَيْرِ إِشْرَافٍ وَلَا مَسْأَلَةٍ فَلْيَقْبَلْهُ وَلَا يُرَدُّهُ فَإِنَّمَا هُوَ رِزْقُ سَاقَةِ اللهِ إِلَيْه 

"Barang siapa yang datang kepadanya pemberian dari saudaranya tanpa dia meminta dan tanpa berharap, maka hendaklah dia menerimanya dan tidak menolaknya, karena itu adalah rezeki yang Allah kirimkan kepadanya." (HR. Ahmad)


          Sayyidina Umar bin Khattab berkata, "Rasulullah pernah memberiku sebuah pemberian. Aku katakan kepada Rasulullah, 'Wahai Rasulullah, berikanlah kepada orang yang lebih membutuhkan daripada aku.' Maka Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: 'Ambillah, gunakanlah untuk dirimu atau bersedekahlah dengannya. Apa yang datang kepadamu dari harta ini sementara kamu tidak berharap dan tidak meminta, maka ambillah. Tetapi apabila tidak, maka janganlah kau ikuti nafsumu (untuk meminta harta itu).'"

          Salim berkata, "Oleh sebab ini, Ibnu Umar tidak pernah meminta kepada seorang pun dan tidak pernah menolak pemberian orang lain."

          Namun, berharap rezeki dari Allah tanpa berharap kepada manusia tidaklah tercela. Mengharapkan rezeki dari Allah menunjukkan bahwa seseorang adalah hamba yang bertawakal kepada Allah.


          Syarat Kedua: Mengambil dengan menyesuaikan dengan ilmu. Tidak boleh menerima kecuali benar-benar mengetahui harta yang diterimanya, sesuai dengan ilmu dzahir dan batin.


          Syeikh Abu Tholib Al-Makki berkata, "Hendaknya bagi orang yang tidak bekerja (Ahlut Tajrid) untuk berhati-hati dalam menerima dan memilih pemberian, sebagaimana dalam pekerjaan, tidak semua itu halal. Begitu juga bagi Ahlut Tajrid, tidak semua pemberian diterima, karena Allah memiliki hikmah dalam segala sesuatu. Tidak bekerja (Ahlut Tajrid) sebenarnya adalah pekerjaan yang membutuhkan ilmu di dalamnya. Maka dari itu, para ulama terdahulu tidak menerima pemberian dari setiap orang, atau setiap waktu, dan mereka tidak mengambil setiap apa yang diberikan yang melebihi kebutuhan mereka, kecuali mereka akan memberikannya kepada orang lain."


          Mereka harus berhati-hati dalam menerima pemberian dan tidak berlebihan. Para ulama terdahulu tidak menerima pemberian orang setiap waktu dan melebihi kebutuhan mereka. Ilmu batin mereka tidak mengambil kecuali sesuai kebutuhan pada saat itu.

          Contohnya, Habib Saleh Tanggul pernah diberi hadiah mobil, tetapi ia menolaknya karena merasa mobil itu tidak terlalu dibutuhkan. Bukan berarti Ahlut Tajrid menerima semuanya.


          Penerimaan harus sesuai dengan kebutuhan hidup, bukan kebutuhan yang berlebihan. Kita harus membedakan antara kebutuhan hidup dan keinginan, karena kebutuhan hidup tidak termasuk cinta dunia.

          Ahlut Tajrid boleh mengambil kebutuhan yang berlebihan dari yang sesuai syarat asalkan ia adalah orang yang suka memberi dan mengutamakan orang lain. Dan tidak menerima pemberian jika pemberian tersebut adalah ujian yang mengalihkan dari ibadah atau berupa ujian dari Allah berupa kelalaian. Jikalau ia memberanikan diri dengan hal itu maka berilah pemberian itu kepada orang lain. Karena memberi itu lebih melemahkan hawa nafsu dan merupakan salah satu derajat zuhud yang tertinggi. Dan masih banyak aturan-aturan lain bagi pembahasan Ahlut Tajrid yang lainnya.


          Semoga kita senantiasa diberikan hidayah dan kekuatan oleh Allah untuk memahami dan mengamalkan ajaran yang mulia ini. Semoga kita bisa mencontoh keteladanan para Ahlut Tajrid yang dengan tulus dan ikhlas menyerahkan segala urusan rezeki kepada Allah, dan selalu menjaga hati agar tidak bergantung pada makhluk.


Wallahu a'lam bi Asshawab.

Mudah-mudahan bermanfaat.  https://t.me/darulihya

                                                    https://wa.me/c/6283141552774

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Pages