ADAB MEMBERI PENGHORMATAN DALAM ISLAM

ADAB MEMBERI PENGHORMATAN DALAM ISLAM

Share This


Ulasan Pengajian kitab Ihya' Ulumiddin

Hari/ Tanggal : Kamis, tanggal 26 Muharram 1446 H - 01 Agustus 2024 M
Oleh  : Al Habib Abdul Qodir bin Abuya Ahmad bin Husein Assegaf

         Setiap hal memiliki adabnya tersendiri. Oleh karena itu, seorang muslim hendaknya memberi penghormatan lebih kepada orang-orang yang penampilan atau pakaiannya menunjukkan kedudukan terhormat dan tinggi, sehingga menempatkan mereka di tempat yang sesuai dengan kedudukannya.

         Contohnya, jika ada seseorang yang terlihat memakai pakaian yang terhormat, ahli ilmu, atau orang saleh, kita diperintahkan memberi penghormatan lebih kepada mereka. Ini bukan berarti kita tidak menghormati orang yang biasa, tetapi kita dikhususkan untuk memberi penghormatan lebih kepada mereka yang benar-benar dimuliakan dalam agama.

          Jangan kemudian kita mengadopsi prinsip bahwa semua orang harus diperlakukan sama. Ini bukan tentang kesamaan kita sebagai keturunan Nabi Adam, tetapi tentang adab kita kepada orang yang lebih mulia. Jadi, ketika kita melihat penampilan yang mulia, baik karena agama atau karena duniawi, kita harus bertindak sesuai dengan porsi mereka masing-masing.

          Sebagai contoh, seperti dua saudara yang berbeda umurnya, tidak mungkin orang tuanya memberi uang saku yang sama kepada anak yang lebih tua dan yang lebih muda. Tentunya, orang tua akan memberi uang saku yang lebih banyak kepada anak yang lebih tua dibandingkan dengan yang lebih muda.

         Jika ada orang yang mengatakan, "Itu hanya orang yang pura-pura saja," maka kita sebaiknya menyerahkan semua kepada Allah. Jika orang tersebut bukan ahli ilmu tetapi berpenampilan seperti orang yang berilmu, lebih baik kita pasrahkan hal itu kepada Allah. Biar Allah yang menghukum perbuatannya karena ia telah menipu orang-orang dengan penampilannya.

          Imam Ghozali mengatakan: "Lebih baik orang yang tidak punya ilmu itu berbuat zina ataupun mencuri, daripada orang yang tidak memiliki ilmu tapi ia memaksakan diri untuk ikut dalam masalah-masalah agama (fatwa-fatwa agama yang ngawur)." Hal ini karena fatwa yang sesat dapat mengarah pada kekufuran. Seperti menghalalkan yang haram, menentang Al-Qur'an atau Hadis Nabi, dan fatwanya mungkin diikuti orang-orang. Ini adalah masalah yang sangat berat, terutama bagi orang ahli bid'ah.

          Diriwayatkan bahwa Sayyidah Aisyah sedang dalam perjalanan dan singgah di suatu tempat lalu menyiapkan makanannya. Kemudian datang seorang pengemis, dan Sayyidah Aisyah berkata kepada pembantunya, "Berikan sepotong roti kepada pengemis ini." Lalu lewat seorang yang menunggangi hewan dalam keadaan membutuhkan bantuan, dan Sayyidah Aisyah berkata, "Siapkan jamuan kepada orang itu." Sayyidah Aisyah ditanya, "Engkau memberikan sepotong roti kepada pengemis dan menjamu orang kaya ini untuk makan?" Sayyidah Aisyah menjawab, "Sesungguhnya Allah menempatkan manusia pada kedudukan yang berbeda-beda, dan kita harus menempatkan mereka sesuai dengan kedudukannya. Pengemis ini puas dengan sepotong roti, dan tidak pantas bagi kita untuk memberikan sepotong roti yang sama kepada orang kaya yang penampilannya seperti ini."

          Kisah ini mengajarkan bahwa keadilan tidak selalu berarti memberikan hal yang sama kepada semua orang. Adil adalah memberikan sesuatu yang sesuai dengan keadaan dan kebutuhan masing-masing. Pengemis sudah puas dengan sepotong roti karena itu memenuhi kebutuhannya, sementara orang kaya dengan penampilan tertentu membutuhkan perlakuan yang berbeda. Hal ini menunjukkan pentingnya memperhatikan dan menghormati status serta kebutuhan orang lain dalam kehidupan sehari-hari.

          Diriwayatkan bahwa Nabi Muhammad masuk ke salah satu rumahnya, maka para sahabatnya ikut masuk hingga penuh majelisnya, sesaklah ruangan tersebut. Kemudian datang Sayyidina Jarir bin Abdillah Al-Bajali, tetapi tidak menemukan tempat duduk, sehingga dia duduk tepat di pintu. Maka Rasulullah melipat rida'nya dan melemparkannya kepada Sayyidina Jarir, seraya berkata, "Duduklah di atas ini." Jarir mengambil rida' tersebut dan meletakkannya di wajahnya, lalu menciumnya sambil menangis. Kemudian ia melipat rida' itu kembali dan mengembalikannya kepada Nabi seraya berkata, "Tidak mungkin aku duduk di atas rida'mu. Semoga Allah memuliakanmu sebagaimana engkau telah memuliakanku." Maka Rasulullah melihat ke kanan dan ke kiri, lalu berkata, "Jika ada orang mulia dari suatu kaum yang datang kepada kalian, maka muliakanlah dia."

          Telah disebutkan bahwa orang yang biasa dimuliakan, ketika ada yang tidak memuliakannya, itu bisa jadi merusak agama orang yang tidak dihormati tadi. Hal ini dapat menimbulkan rasa hasad, kebencian, dan permusuhan dalam hati. Bahkan risikonya dapat berujung pada pertumpahan darah. Namun, jika ia tetap dimuliakan, agamanya akan tetap terjaga (hatinya tidak timbul kebencian dan semacamnya).

          Sebagai tambahan, orang yang dimuliakan itu ada dua macam: pertama, dimuliakan karena rasa cinta. Kedua, dimuliakan karena rasa takut.

  1. Dimuliakan karena rasa cinta: Ini sangatlah umum dibandingkan dengan dimuliakan karena rasa takut. Contohnya adalah suami terhadap istrinya, atau rasa cinta kita kepada ulama dan para Habaib. Semua ini bukan karena takut kepada mereka, melainkan karena rasa cinta yang mendalam.

  2. Dimuliakan karena rasa takut: Ini tidaklah banyak. Contohnya adalah para pejabat. Para pejabat ini adalah orang yang biasa dimuliakan. Ketika mereka tidak dimuliakan, hal itu bisa menimbulkan bahaya bagi diri kita. Bahkan mereka bisa mempersulit urusan kita. Kita menghormati mereka karena mereka memiliki kekuasaan dan hukum. Maka kita harus menghormati mereka karena rasa takut. Jika seseorang didatangi oleh penguasa yang zalim dan fasik, kemudian ia tidak memberikan tempat yang khusus atau tidak menghormati mereka, maka ia telah mencari bahaya.

          Dengan demikian, memberikan penghormatan yang tepat kepada setiap orang sesuai dengan kedudukannya adalah bagian dari adab yang diajarkan dalam Islam. Hal ini tidak hanya menjaga kehormatan dan hubungan baik antara sesama manusia, tetapi juga menjaga kedamaian dan ketertiban dalam masyarakat. Maka, hendaknya kita selalu berusaha untuk berlaku adil dan menghormati orang lain sesuai dengan adab yang telah diajarkan dalam agama kita.

Wallahu a'lam bi Asshawab.

Mudah-mudahan bermanfaat.  https://t.me/darulihya

                                                    https://wa.me/c/6283141552774

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Pages