MENGENALI TIPUAN HAWA NAFSU DALAM IBADAH

MENGENALI TIPUAN HAWA NAFSU DALAM IBADAH

Share This


 

Ulasan Pengajian Syarah Al-Hikam
Hari/ Tanggal : Jum'at, tanggal 11 Shofar 1446 H - 16 Agustus 2024 M
Oleh  : Al Habib Abdul Qodir bin Abuya Ahmad bin Husein Assegaf

ِمِنْ عَلَامَةِ اتِّبَاعِ الْهَوَى المُسَارَعَةُ إِلَى نَوَافِلِ الخَيْرَاتِ وَالتَكَاسُلُ عَنِ القِيَامِ بِالوَاجِبَات

Termasuk tanda mengikuti hawa nafsu adalah cepat-cepat melakukan amal baik yang sunnah, tapi berat dalam melaksanakan hal-hal yang wajib

          Imam Ibn Attaillah menekankan bahwa salah satu tanda mengikuti hawa nafsu adalah ketika seseorang lebih bersemangat melaksanakan amal sunnah tetapi merasa berat untuk mengerjakan amal yang wajib. Ini adalah kondisi yang umum terjadi. Misalnya, ketika seseorang ingin bertaubat, yang langsung terlintas di pikirannya adalah memperbanyak puasa sunnah dan shalat sunnah. Namun, sikap ini harus diwaspadai, karena termasuk dalam mengikuti hawa nafsu.

          Orang seperti ini cenderung fokus pada ibadah sunnah, sementara kewajiban-kewajiban sering diabaikan. Meskipun ia gemar melaksanakan ibadah sunnah, ibadah yang wajib sering kali bolong atau ditunda-tunda.

          Selain itu, ia tidak memberikan perhatian yang cukup untuk meminta maaf kepada orang yang pernah ia zalimi. Pikirannya hanya terfokus pada ibadah sunnah, padahal kewajiban meminta maaf kepada orang yang ia zalimi lebih utama.

          Hal ini menunjukkan bahwa jiwa mereka belum dilatih dengan baik, sehingga mereka tidak menyadari bahwa mereka sebenarnya sedang berada dalam keadaan tertipu.

          Jangan sampai kita terjebak dalam gurur, yaitu mengira sesuatu itu baik padahal sebenarnya tidak. Oleh karena itu, sangat penting memiliki seorang guru yang berpengalaman dan dapat membimbing kita, karena merekalah yang mengetahui berbagai tipuan hawa nafsu.

          Suatu ketika, Al-Imam Syekh Abdul Qadir Al-Jailani sedang beribadah, dan tiba-tiba muncul cahaya besar. Dari cahaya tersebut terdengar suara yang berkata, "Wahai Abdul Qadir Al-Jailani, engkau telah dibebaskan dari kewajiban karena maqommu sudah sangat tinggi." Namun, Syekh Abdul Qadir Al-Jailani tidak terkejut dengan hal itu. Beliau langsung mengambil sandalnya dan melemparkannya ke arah cahaya tersebut, sambil berkata, "Pergilah, wahai setan!" Ternyata, beliau menyadari bahwa itu adalah setan yang ingin menggoda. Beliau pun menegaskan, "Ini jelas setan. Karena Nabi shallallahu 'alaihi wasallam yang mulia, yang memiliki maqom yang tinggi, tetap melaksanakan sholat wajib."

          Ada juga kisah tentang seorang sufi yang pada akhir hayatnya tengah membaca wirid. Setan yang menjelma berkata, "Sekarang bukan waktunya untuk membaca wirid. Kau tidak perlu melakukannya karena kau sudah pasti khusnul khatimah." Namun, sufi tersebut menjawab, "Saya tidak akan pernah percaya dengan perkataanmu sampai akhir hayatku." Kisah ini mengingatkan kita agar tidak tertipu, karena setan memiliki cara yang halus untuk menggoda manusia. Misalnya, ketika seseorang yang istiqomah digoda dengan bisikan, "Kau adalah orang yang sholeh, orang yang baik. Pemimpin yang ada sekarang bukanlah orang yang baik, jadi niatkan untuk menjadi pemimpin agar kau bisa membantu masyarakat dan menegakkan keadilan." Akhirnya, orang yang tadinya istiqomah pun mulai berpikir untuk menjadi pejabat. 

          Ini adalah salah satu cara untuk menilai apakah suatu perbuatan dilakukan karena hawa nafsu atau tidak, yakni dengan melihat apakah kita lebih semangat melakukan ibadah sunnah dibandingkan dengan ibadah wajib. Dan biasanya, kebenaran itu sulit dilakukan oleh nafsu. Bukan berarti melarang ibadah sunnah, tetapi kita harus mengutamakan yang wajib terlebih dahulu.

          Sebelum melakukan ibadah sunnah, kita perlu memikirkan kembali apakah ibadah wajib sudah dikerjakan atau belum. Sebagian ulama menyatakan, "Barangsiapa yang menganggap ibadah sunnah lebih penting daripada ibadah wajib, maka orang tersebut telah tertipu."

          Muhammad bin Abil Ward berkata, "Manusia binasa karena dua perkara. Pertama, mereka sibuk melaksanakan ibadah sunnah tetapi meninggalkan yang fardhu. Kedua, mereka melakukan amal dzahir namun mengabaikan keikhlasan hati. Mereka terhalang dari mencapai tujuan hanya karena meninggalkan kewajiban."

          Imam Al-Khawwash juga berkata, "Makhluk terputus dari Allah karena dua hal. Pertama, mereka melakukan kesunnahan tetapi meninggalkan kewajiban. Kedua, mereka melakukan amal-amal dzahir tanpa memperhatikan keikhlasan dalam amal tersebut. Sedangkan Allah tidak akan menerima amal yang dilakukan kecuali disertai keikhlasan dan sesuai dengan kebenaran."

          Sebagai penutup, penting bagi kita untuk selalu memeriksa niat dalam beribadah. Memang, ibadah sunnah memiliki keutamaan yang besar, namun jangan sampai kita terjebak dalam gurur dengan lebih mengutamakan yang sunnah daripada yang wajib. Kesuksesan dalam beribadah terletak pada keseimbangan antara pelaksanaan kewajiban dan kesunnahan, serta keikhlasan dalam setiap amal yang kita lakukan. Dan insyaAllah semoga kita mampu menjaga keseimbangan ini dan mendekatkan diri kepada Allah dengan amal yang diterima-Nya. Amin.

Wallahu a'lam bi Asshawab.

Mudah-mudahan bermanfaat.  https://t.me/darulihya

                                                    https://wa.me/c/6283141552774

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Pages