MENUTUPI AIB ADALAH KUNCI KEBAIKAN DAN KEBERKAHAN

MENUTUPI AIB ADALAH KUNCI KEBAIKAN DAN KEBERKAHAN

Share This


Ulasan Pengajian kitab Ihya' Ulumiddin

Hari/ Tanggal : Kamis, tanggal 10 Shofar 1446 H - 15 Agustus 2024 M
Oleh  : Al Habib Abdul Qodir bin Abuya Ahmad bin Husein Assegaf

          Di antara adab yang harus kita miliki terhadap sesama Muslim adalah menutupi aib atau kekurangan saudara kita. Sebagaimana sabda Nabi Muhammad shallallahu 'alaihi wasallam:

ِمَنْ سَتَرَ عَلَى مُسْلِمٍ سَتَرَهُ اللهُ تَعَالَى فِيْ الدُّنْيَا وَالآخِرَة
"Barangsiapa yang menutupi aib seorang Muslim, Allah akan menutupi aibnya di dunia dan akhirat."

ِلَا يَسْتُرُ عَبْدٌ عَبْدًا إِلَّا سَتَرَهُ اللهُ يَوْمَ القِيَامَة
"Tidaklah seorang hamba menutupi aib hamba yang lain, kecuali Allah akan menutupi aibnya pada hari kiamat."

          Menutupi aib atau kekurangan orang lain adalah tindakan yang sangat mulia. Jika Allah menutupi aib seseorang di dunia, maka Allah akan menutupi aibnya di akhirat juga. Ini menunjukkan bahwa penutupan aib oleh Allah di akhirat adalah tanda bahwa Allah telah memaafkan kesalahan hamba-Nya.

          Namun, zaman sekarang banyak orang yang merasa dimuliakan dengan cara mengungkapkan atau mencari-cari kesalahan orang lain, terutama di media sosial. Mereka sering kali menyebut kekurangan orang lain untuk mendapatkan perhatian atau pengakuan.

          Meskipun terdapat situasi di mana seseorang mungkin memiliki orang tua yang tidak seiman, seperti seorang anak yang Muslim memiliki ayah yang kafir, kita tidak boleh mencari-cari kejelekan orang tuanya, bahkan setelah mereka meninggal dunia. Sebagaimana sabda Nabi shallallahu 'alaihi wasallam:

َلَا تَسُبُّوْا الأَمْوَاتَ فَتُؤْذُوْا الأَحْيَاء
"Janganlah kalian menghina orang-orang yang telah mati, sehingga kalian menyakiti orang-orang yang masih hidup."

           Rasulullah juga bersabda kepada sahabatnya Ma'iz:

َلَوْ سَتَرْتَهُ بِثَوْبِكَ كَانَ خَيْرًا لَك
"Jika engkau menutupi kesalahanmu dengan pakaianmu, itu akan lebih baik untukmu."

          Ini menunjukkan bahwa menutupi kesalahan kita lebih baik daripada mengungkapkannya dan menghadapi konsekuensi dari kesalahan tersebut. Nabi shallallahu 'alaihi wasallam sangat memerhatikan aib sahabatnya dan lebih memilih untuk menutupi aib mereka daripada melihat mereka dihukum.

          Sayangnya, di zaman sekarang, empati sering kali kurang. Ketika seseorang melakukan kesalahan, seperti mencuri, sering kali mereka langsung diteriaki "maling" dan kadang bahkan dieksekusi secara brutal oleh massa. Padahal, sudah ada hukum syariat dan hukum negara yang mengatur. Sebaiknya kita memberikan kesempatan bagi orang yang melakukan kesalahan untuk bertaubat dan kembali ke jalan Allah.

          Berkata Sayyidina Abu Bakar: "Jika aku menemukan seseorang yang sedang minum minuman keras, aku akan lebih suka agar Allah menutupi aibnya. Dan jika aku menemukan seorang pencuri, aku juga akan lebih suka agar Allah menutupi aibnya." Ini menunjukkan sikap tawadhu dan belas kasih Sayyidina Abu Bakar terhadap kesalahan orang lain, mengutamakan penutupan aib daripada membiarkan kesalahan tersebut menjadi perhatian publik.

          Diriwayatkan bahwa pada suatu malam, Sayyidina Umar sedang berpatroli di kota Madinah dan melihat seorang pria dan wanita dalam keadaan berzina. Ketika pagi telah tiba, Sayyidina Umar  berkata kepada para sahabat: "Apa pendapat kalian jika seorang pemimpin melihat seorang pria dan wanita dalam keadaan berzina dan kemudian menerapkan hukuman kepada mereka? Apa yang akan kalian lakukan?" Mereka menjawab: "Kamu adalah pemimpin." Kemudian Sayyidina Ali berkata: "Tidak seharusnya kamu bertindak seperti itu. Jika kamu menerapkan hukuman tanpa bukti yang lengkap, maka hukuman yang sama akan dikenakan kepadamu. Allah mensyaratkan adanya minimal empat saksi untuk membuktikan suatu pelanggaran zina sebelum hukuman dapat diterapkan." Kemudian Sayyidina Umar membiarkan mereka hingga Allah menghendaki. Kemudian Sayyidina Umar menanyakan kepada mereka kembali, dan mereka tetap dengan jawaban yang sama seperti sebelumnya. Lalu Sayyidina Ali  juga mengatakan jawaban yang sama seperti jawaban sebelumnya.

          Allah telah memberi kebijakan di balik penerapan hukuman berat untuk dosa besar seperti zina, yaitu dengan hukuman rajam yang merupakan hukuman terberat, agar manusia enggan atau menjauhi perbuatan tersebut. Kemudian, perhatikan betapa besar kemurahan Allah yang menutupi kesalahan para pelanggar di dunia dengan cara menghindari pengungkapan kesalahan mereka. Kita berharap agar kita tidak kehilangan rahmat Allah pada hari ketika segala rahasia akan terbuka.

          Suatu ketika Sayyidina Abdurrahman bin Auf bercerita bahwa suatu malam dia keluar bersama Sayyidina Umar di kota Madinah. Saat mereka berjalan, mereka melihat sebuah lampu minyak yang masih menyala dan mereka mendekatinya. Ketika mereka semakin dekat, ternyata itu adalah sebuah rumah dan pintunya dalam keadaan tertutup, dan mereka mendengar suara mencurigakan dari dalam. Sayyidina Umar memegang tangan Sayyidina Abdurrahman dan bertanya, "Kamu tahu ini rumah siapa?" Sayyidina Abdurrahman menjawab, "Tidak." Sayyidina Umar menjelaskan, "Ini adalah rumah Rabi'ah bin Umayyah bin Khalaf dan mereka sedang berpesta." Sayyidina Umar kemudian bertanya, "Menurutmu bagaimana?" Sayyidina Abdurrahman menjawab, "Kita telah melakukan apa yang dilarang oleh Allah. Allah berfirman, 'Jangan mencari-cari kesalahan orang lain.'" Maka Sayyidina Umar pun memutuskan untuk pergi dan tidak mengganggu mereka. Ini menunjukkan kewajiban untuk menjaga privasi dan meninggalkan tindakan mencari-cari kesalahan orang lain.

          Telah diriwayatkan bahwa Sayyidina Umar biasa melakukan patroli malam hari di kota Madinah. Suatu malam, ia mendengar suara seorang pria di dalam rumah yang sedang bernyanyi. Sayyidina Umar memanjat masuk ke dalam rumah tersebut dan mendapati pria itu bersama seorang wanita dan minuman keras. Sayyidina Umar berkata, "Wahai musuh Allah, apakah engkau menyangka Allah akan menutup aibmu padahal engkau sedang dalam maksiat-Nya?" Orang itu menjawab, "Dan engkau, wahai Amirul Mukminin, jangan terburu-buru. Jika aku telah berdosa satu kali, maka engkau telah berdosa dalam tiga hal. Yaitu Allah berfirman, 'Janganlah kalian mencari-cari kesalahan orang lain,' dan engkau telah mencarinya. Allah juga berfirman, 'Bukanlah kebajikan itu masuk ke rumah dari belakangnya,' dan engkau telah memanjat masuk. Allah juga berfirman, 'Janganlah kalian masuk ke rumah-rumah selain rumah kalian kecuali dengan izin,' dan engkau telah memasuki rumahku tanpa izin atau salam."

          Maka Sayyidina Umar berkata, "Apakah engkau memiliki kebaikan jika aku memaafkanmu?" Orang itu menjawab, "Ya, demi Allah, wahai Amirul Mukminin, jika engkau memaafkanku, aku tidak akan kembali kepada hal ini lagi." Lalu Sayyidina Umar memaafkannya dan meninggalkannya.

          Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: 

َكُلُّ أُمَّتِيْ مُعَافَى إِلَّا المُجَاهِرِيْن

"Semua umatku akan mendapatkan ampunan kecuali mereka yang menceritakan dosanya"

          Menutupi aib dan kekurangan orang lain merupakan tindakan yang mulia dan sangat dianjurkan dalam Islam. Sikap ini tidak hanya mencerminkan empati dan kasih sayang, tetapi juga menjaga kehormatan dan martabat sesama. Begitu juga kita harus ingat bahwa Allah Maha Pengampun dan Maha Menutupi aib. Dengan mengikuti ajaran ini, kita turut meraih kasih sayang dan ampunan-Nya di dunia dan akhirat. Marilah kita berusaha untuk menutupi aib orang lain dan memberi mereka kesempatan untuk memperbaiki diri, agar kita juga diberikan kesempatan yang sama oleh Allah pada hari kiamat nanti. Amin.

Wallahu a'lam bi Asshawab.

Mudah-mudahan bermanfaat.  https://t.me/darulihya

                                                    https://wa.me/c/6283141552774

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Pages