UZLAH ATAU MUKHOLATOH

UZLAH ATAU MUKHOLATOH

Share This



Ulasan Pengajian kitab Ihya' Ulumiddin

Hari/ Tanggal : Kamis, tanggal 16 Rabiul Awal 1446 H - 19 September 2024 M
Oleh  : Al Habib Abdul Qodir bin Abuya Ahmad bin Husein Assegaf

          Uzlah berarti menjauhkan diri dari manusia. Ada yang berpendapat bahwa uzlah dibutuhkan di zaman yang penuh dengan maksiat dan fitnah. Namun, ada juga yang berpendapat lebih baik Mukholatoh atau berbaur dengan manusia, karena banyak manfaatnya, seperti tolong-menolong dan mengambil pelajaran. Di sini terdapat dua kelompok pandangan: pertama, kelompok yang menyatakan bahwa uzlah lebih utama (afdhal), dan kedua, kelompok yang menyatakan bahwa mukholatoh (berbaur dengan manusia) lebih utama.

          Kelompok yang mendukung pergaulan dengan manusia mengajukan beberapa dalil sebagai argumen. Salah satu dalil yang mereka bawa adalah:

وَلَا تَكُوْنُوْا كَالَّذِيْنَ تَفَرَّقُوْا وَاخْتَلَفُوْا

"Dan janganlah kamu seperti orang-orang yang berpecah belah dan berselisih."

          Dalil ini menekankan bahwa Allah melarang umat Islam untuk meniru umat terdahulu yang berpecah belah dalam urusan agama dan meninggalkan amar ma’ruf (mengajak kepada kebaikan). Agama sudah jelas, tetapi mereka tetap mencari perpecahan. Yang dimaksud di sini adalah ajaran agama satu, namun ada orang yang sengaja menimbulkan perpecahan. Oleh sebab itu, kita dianjurkan untuk bersatu dan tidak melakukan uzlah. Mereka juga mengutip ayat:

فَأَلَّفَ بَيْنَ قُلُوْبِكُمْ

"Dan Dia mempersatukan hati-hati kalian."

          Dalam konteks ini, Imam Ghazali menyatakan bahwa dalil-dalil ini lemah dan tidak relevan untuk membahas uzlah. Menurut beliau, yang dimaksud dalam dalil-dalil tersebut adalah perbedaan pendapat soal usul agama (dasar-dasar agama) dan bukan soal menjauh atau menyendiri. Yang ditegaskan dalam ayat-ayat ini adalah perbedaan pemahaman tentang pokok agama, bukan mengenai tempat tinggal atau menyendiri. Jadi, selama pemikiran dan keyakinannya sama dengan kaum Muslimin, meskipun seseorang hidup terpisah, itu tidak menjadi masalah.

          Adapun yang dimaksud dengan ulfa (keakraban) adalah menghilangkan kebencian, dendam, atau hal-hal buruk yang ada di dalam hati. Hal-hal buruk ini bisa menjadi pemicu konflik dan pertengkaran. Keakraban berperan untuk meredakan atau mencegah pertengkaran tersebut. Sementara itu, kata uzlah (mengasingkan diri) tidaklah bertentangan dengan konsep keakraban. Artinya, seseorang bisa tetap memiliki hati yang penuh dengan keakraban dan kedamaian, meskipun dia memilih untuk hidup menyendiri atau menjauh dari keramaian. Jadi Imam Ghozali menyampaikan bahwa yang dilarang itu adalah perpecahan, sedangkan menghindari itu tidak masalah.

          Dan di antara dalil yang mereka gunakan yaitu sabda Nabi shallallahu 'alaihi wasallam:

ُالمُؤْمِنُ آلِفٌ مَأْلُوْفٌ ، وَلَا خَيْرَ فِيْمَنْ لَا يَأْلَفُ وَلَا يُؤْلَف
"Seorang mukmin itu orang yang mudah bergaul dan disenangi, dan tidak ada kebaikan pada orang yang tidak bisa bergaul dan tidak disenangi."

          Pernyataan ini dianggap lemah karena hadis tersebut tidak merujuk pada seseorang yang berakhlak baik tetapi memilih untuk tidak bergaul. Orang yang berakhlak baik, jika ia bergaul, ia akan disenangi dan mudah bergaul dengan orang lain. Namun, ada orang yang meninggalkan pergaulan bukan karena akhlaknya buruk, melainkan karena ia sibuk dengan dirinya sendiri atau ingin menjaga dirinya dari masalah yang mungkin muncul dari bergaul dengan orang lain. Dan hadis ini lebih condong untuk mencela orang yang akhlaknya buruk. Orang yang berakhlak buruk menyebabkan dirinya tidak bisa bergaul dengan baik dan juga tidak disenangi oleh orang lain, karena sifat dan perilakunya yang buruk. Jadi, hadis ini dianggap tidak mencakup orang yang berakhlak baik tetapi menjauhkan diri dari pergaulan demi keselamatan atau untuk fokus pada hal-hal yang lebih penting bagi dirinya.

          Dan mereka mengajukan dalil dengan sabda Nabi shallallahu 'alaihi wasallam:

ِمَنْ فَارَقَ الجَمَاعَةَ شِبْرًا خَلَعَ رِبْقَةَ الإِسْلَامِ مِنْ عُنُقِه
"Barang siapa yang meninggalkan jama'ah (kelompok Muslim) sejengkal, maka dia telah melepaskan ikatan Islam dari lehernya"

ٌمَنْ فَارَقَ الجَمَاعَةَ فَمَاتَ فَميتَتُهُ جَاهِلِيَّة
"Barang siapa yang meninggalkan jama'ah (komunitas Muslim) dan meninggal dunia, maka kematiannya adalah kematian dalam keadaan jahiliyah."

          Ini lemah karena yang dimaksud dengan jama'ah adalah komunitas yang telah menyepakati seorang imam atau pemimpin. Keluar dari mereka atau menentang mereka adalah tindakan yang zalim dan bertentangan dengan pendapat, serta dilarang karena masyarakat membutuhkan seorang imam atau pemimpin yang ditaati untuk menyatukan pendapat mereka. Oleh karena itu, menentang mereka dapat menimbulkan kekacauan dan fitnah. Jadi, dalam konteks ini, tidak ada pembahasan tentang meninggalkan komunitas. Maka Imam Ghozali menjelaskan bahwa pandangan mengenai uzlah itu tidak berlaku untuk situasi di mana seseorang meninggalkan kelompok yang telah menyepakati pemimpin mereka secara sah. Menentang pemimpin yang sah dianggap sebagai tindakan pemberontakan yang dapat menyebabkan kekacauan dan fitnah.

          Imam Ghozali menyamakan ulama dan pemerintah seperti saudara. Ketika ulama menjaga agama, pemerintah juga menjaga negara. Dalam pandangan Ahlus Sunnah Wal Jama'ah, kita tidak bisa sembarangan menjatuhkan pemimpin meskipun mereka zalim. Seperti yang dikatakan salah satu sahabat, "Pemimpin yang zalim masih lebih baik daripada kekacauan yang berkepanjangan." Jadi, ini bukan soal menjauh dari masyarakat (uzlah), tapi tentang himbawan bagi orang yang memberontak pemimpin.

          Dan mereka menggunakan dalil dari larangan Nabi shallallahu 'alaihi wasallam untuk menjauhi seseorang lebih dari tiga hari:

مَنْ هَجَرَ أَخَاهُ فَوْقَ ثَلَاثٍ فَمَاتَ دَخَلَ النَّارَ
"Barang siapa yang menjauhi saudaranya lebih dari tiga hari dan meninggal dunia, maka dia akan masuk neraka."

لَا يَحِلُّ لِامْرِئٍ مُسْلِمٍ أَنْ يَهْجُرَ أَخَاهُ فَوْقَ ثَلَاثٍ ، وَالسَّابِقُ بِالصُّلْحِ يَدْخُلُ الجَنَّةَ
\"Tidak halal bagi seorang Muslim untuk menjauhi saudaranya lebih dari tiga hari, dan orang yang lebih dahulu berdamai akan masuk surga."

ِمَنْ هَجَرَ أَخَاهُ سَنَةً فَهُوَ كَسَافِكِ دَمِه
"Barang siapa yang menjauhi saudaranya selama satu tahun, maka dia sama seperti menumpahkan darah saudaranya."

          Mereka berkata: adapun uzlah (mengasingkan diri) berarti menjauhi sepenuhnya. Namun, pendapat ini lemah karena yang dimaksud di sini adalah menjauhi karena marah atau benci kepada orang lain dan bersikeras dengan memutuskan hubungan, salam, dan interaksi yang biasa dilakukannya. Maka tidak berkumpul tanpa rasa kebencian itu tidak masuk ancaman hadis ini.

          Meskipun demikian, menjauhi seseorang lebih dari tiga hari diperbolehkan dalam dua keadaan:

1. Jika dianggap dapat memperbaiki keadaan orang yang dijauhi.

2. Jika dianggap untuk keselamatan diri sendiri. 

          Diceritakan kepada Muhammad bin Umar Al-Waqidi bahwa seorang pria menjauhi orang lain hingga meninggal dunia. Maka dia berkata: ‘Ini adalah sesuatu yang pernah terjadi sebelumnya. Contohnya, ada kelompok dari Sahabat seperti Sa'ad bin Abi Waqqas yang pernah menjauhi Ammar bin Yasir hingga meninggal dunia, Usman bin Affan yang menjauhi Abdul Rahman bin Auf, dan Aisyah yang menjauhi Hafshah. Begitu pula, Ta'wus yang pernah menjauhi Wahb bin Munabbih hingga mereka berdua meninggal dunia.' Semua kasus ini menunjukkan bahwa mereka melakukan uzlah karena mereka merasa itu adalah cara terbaik untuk menjaga keselamatan diri mereka.

          Pada akhirnya, keputusan tentang memilih uzlah atau mukholatoh harus didasarkan pada situasi dan niat individu. Jika seseorang memilih untuk mengasingkan diri demi menjaga kebaikan dan fokus pada tujuan spiritual, itu sah selama tidak bertentangan dengan prinsip-prinsip dasar agama. Sebaliknya, bergaul dengan manusia juga memiliki manfaat yang tak bisa diabaikan, seperti mempererat hubungan dan menyebarkan kebaikan. Yang penting adalah menjaga keseimbangan dan memastikan bahwa keputusan kita selaras dengan ajaran Islam dan kebutuhan pribadi.

Wallahu a'lam bi Asshawab.

Mudah-mudahan bermanfaat.  https://t.me/darulihya

                                                    https://wa.me/c/6283141552774

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Pages