Ulasan Pengajian kitab Ihya' Ulumiddin
Uzlah memiliki banyak manfaat, baik dari segi agama maupun dunia. Dalam hal agama, seseorang yang beruzlah terlindungi dari berbagai kemaksiatan seperti maksiat fisik maupun lisan, serta terhindar dari dosa yang timbul akibat interaksi dengan manusia seperti riya', dengki, dan ghibah. Dari segi dunia, jika seseorang yang beruzlah adalah seorang pekerja, dia dapat lebih fokus pada pekerjaannya dan terhindar dari kecenderungan untuk membandingkan dirinya dengan orang lain, terutama dalam hal kekayaan.
Imam Al-Ghazali merangkum manfaat uzlah menjadi enam poin. Yang pertama, orang yang beruzlah mendapatkan waktu luang untuk beribadah dan merenung. Mereka merasa lebih nyaman bermunajat kepada Allah daripada berinteraksi dengan manusia. Dengan uzlah, seseorang bisa lebih banyak merenungkan kebesaran Allah di alam semesta, yang membutuhkan waktu dan kebebasan dari kesibukan. Orang yang banyak bergaul sulit untuk memisahkan waktu untuk ibadah seperti shalat sunnah, dzikir, atau menghatamkan Al-Qur'an karena sering kali terganggu dengan undangan atau ajakan dari orang lain. Oleh karena itu, uzlah menjadi sarana yang memudahkan seseorang untuk fokus beribadah.
Beberapa orang orang ahli hikmah berkata: "Seseorang tidak akan merasakan ketenangan dalam uzlah kecuali jika dia berpegang teguh pada Al-Qur'an."
Orang yang benar-benar berpegang pada Al-Qur'an merasa tenang dengan mengingat Allah. Mereka hidup, mati, dan bertemu Allah dalam keadaan selalu mengingat-Nya. Tidak diragukan lagi, berkumpul dengan banyak orang dapat mengganggu proses berpikir dan berdzikir. Oleh karena itu, uzlah lebih baik bagi mereka yang ingin fokus kepada Allah. Namun, ada juga orang yang tetap bisa berdzikir meskipun bergaul dengan banyak orang (mukholatoh), dan ini dianggap lebih baik daripada uzlah, terutama bagi mereka yang memiliki peran penting dalam masyarakat seperti pengajar, ulama, atau penyebar ilmu.
Dalam kitab Minhajul Abidin disebutkan ada seorang ulama yang menegur orang-orang berilmu yang beruzlah di tempat ibadah di pegunungan. Dia mengatakan, "Wahai orang-orang yang sibuk beribadah, kalian di sini mengejar pahala, tetapi di sisi lain kalian meninggalkan umat Rasul yang sedang disesatkan oleh ahli bid'ah." Maksudnya, mereka yang memiliki ilmu seharusnya berada di tengah-tengah umat, mengajarkan sunnah dan menunjukkan mana yang benar dan salah. Jika seseorang tidak memiliki keahlian dalam ilmu agama, maka uzlah lebih cocok baginya.
Nabi Muhammad shallallahu 'alaihi wasallam, pada awal kerasulannya, sering mengasingkan diri di Gua Hira untuk beribadah dan mendekatkan diri kepada Allah. Saat itulah, cahaya kenabian mulai menguat dalam dirinya. Ketika Nabi shallallahu 'alaihi wasallam berkumpul dengan manusia, hatinya tetap sepenuhnya terhubung dengan Allah. Bahkan, kedekatan Rosul dengan Allah sangat dalam sehingga orang-orang mengira bahwa Abu Bakar adalah sahabat terdekat Nabi (tidak ada cela masuk kecuali orang yang sangat dicintai Nabi), padahal Nabi lebih dekat kepada Allah.
Nabi Muhammad shallallahu 'alaihi wasallam pernah bersabda:
لَوْ كُنْتُ مُتَّخِذًا خَلِيلًا لَاتَّخَذْتُ أَبَا بَكْرٍ خَلِيلًا، وَلَكِنْ صَاحِبُكُمْ خَلِيلُ اللَّهِ
"Seandainya aku menjadikan seseorang sebagai sahabat dekat (khalil), pasti aku akan menjadikan Abu Bakar sebagai sahabatku. Namun, sahabatmu (yang dimaksud Nabi sendiri) adalah orang yang sudah dipenuhi cinta kepada Allah."
Tidak mungkin seseorang dapat sepenuhnya bergaul dengan manusia secara dzohiriah sambil tetap fokus kepada Allah dalam batin, kecuali dengan kekuatan kenabian. Oleh karena itu, bagi mereka yang lemah, tidak seharusnya berharap mampu mencapai hal tersebut. Namun, sebagian wali Allah mampu mencapai derajat yang sangat tinggi, di mana mereka tetap bisa berinteraksi dengan manusia namun hati mereka selalu bersama Allah.
Imam Al-Ghazali mengumpamakan hal ini seperti seorang raja yang ingin memperluas wilayahnya. Jika ia ingin menaklukkan kerajaan lain, ada resiko kalah dan terbunuh. Namun, jika berhasil, ia akan mendapatkan wilayah baru. Begitu juga dengan wali Allah, meskipun mereka bergaul dengan manusia, hati mereka tetap terhubung dengan Allah.
Diceritakan bahwa Imam Junaid pernah berkata: "Selama tiga puluh tahun aku berbicara dengan Allah, tapi orang-orang mengira aku sedang berbicara dengan mereka."
Ini bisa terjadi pada orang yang sangat mencintai Allah sampai-sampai hatinya tidak punya ruang untuk hal lain. Contohnya, ada orang yang begitu mencintai seseorang, sampai-sampai saat mereka berada di tengah-tengah kumpulan orang, mereka tidak sadar apa yang orang lain katakan karena pikirannya penuh dengan orang yang dicintainya. Orang yang sedang sangat sedih juga bisa larut dalam pikirannya, sampai mereka tidak sadar dengan orang-orang di sekitarnya.
Uzlah menawarkan banyak manfaat baik. Ia memungkinkan seseorang untuk lebih dekat dengan Allah, menghindari kemaksiatan, dan memberikan kesempatan untuk merenung serta beribadah dengan lebih fokus. Meskipun uzlah bermanfaat, penting juga untuk diingat bahwa mereka yang memiliki pengetahuan agama harus tetap berada di tengah masyarakat, menyebarkan ilmu dan petunjuk. Semoga Allah senantiasa membimbing kita dalam menjalani hidup ini, memberi kita kekuatan untuk beribadah dengan khusyuk. Aamiin.
Wallahu a'lam bi Asshawab.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar